Minggu, 20 April 2008

Pengendalian Diri

Pengendalian diri dalam konsep psikologi diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengarahkan atau mengatur dorongan, pikiran, keinginan, emosi, kebiasaan, sikap atau tindakannya agar selalu berada pada cara-cara yang benar secara hukum atau norma yang ada pada masyarakat.
Dalam pengertian itu terkandung makna bahwa pengendalian diri bukanlah menghilangkan atau meniadakan dorongan baik berupa pikiran, sikap, keinginan dan emosi. Akan tetapi menyalurkan dorongan tersebut dalam bentuk aktivitas yang tidak bertentangan dengan norma hukum, agama, susila dan etika atau tidak merugikan orang lain.
Orang yang gagal dalam mengendalikan diri akan ditandai dengan sikap atau tindakan yang mementingkan diri sendiri atau kelompoknya, mau menang sendiri, ceroboh, emosional, kasar, menyakiti orang lain, agresif sampai perilaku yang brutal.
Siswa yang berhasil mengendalikan diri akan terlihat dengan keberhasilannya dalam menyesuaikan keinginan, nafsu serta ambisinya dengan tuntutan belajarnya yang diatur dalam tata tertib sekolah.
Dalam penutupan semester, dilakukan pertandingan sepak bola antar kelas. Kelasmu, yang semula diramalkan keluar sebagai juara, hanya menduduki runner-up. Dalam laga final kalah tipis 1-2 dari kelas A. Kekalahan yang menyakitkan karena di luar dugaan sama sekali. Seluruh anggota kelas yang telah menyiapkan pesta kemenangan menjadi sangat kecewa, marah serta melemparkan makanan dan botol minuman ke tengah lapangan.
Kekalahan ini, berawal dari hukuman finalti yang diberikan wasit, akibat pelanggaran kecil. Seluruh pemain sudah protes kepada wasit karena tidak seharusnya hukuman itu diberikan. Pemain lawan bukan dijatuhkan, tetapi lebih karena taktiknya merebahkan diri sendiri. Namun protes itu tidak digubris wasit dan finalti itu tetap dilakukan. Tendangan finalti itu masuk dan menimbulkan prahara.
Setelah eksekusi finalti masuk, sebagian besar temanmu menyerbu masuk lapangan. Ia protes dan mendorong wasit sambil melontarkan cacian. Sebagian lagi mengejar pemain lawan. Bahkan siswa perempuan ikut pula melempari pemain kelas A dengan botol minunan. Meskipun pertandingan masih menyisakan waktu 20 menit lagi, namun karena suasana sudah gaduh, maka pertandingan dihentikan, kelas A dinyatakan sebagai juaranya.
Seluruh siswa di kelasmu segera menggelar rapat, dan oleh ketua kelas kamu diminta menyampaikan pendapat secara tertulis tentang peristiwa ini. Siapakah menurutmu yang bersalah, dan apa alasannya ? Apakah sebaiknya menerima atau menolak keputusan itu ? Apa alasannya ?
Dalam kehidupan ini, kita sering dihadapkan ke berbagai persoalan yang kadang-kadang mengecewakan, menyakitkan hati, bahkan merugikan. Kesalahan dari orang lain bisa saja menimbulkan kecewaaan atau kerugian kita. Kita tak bisa memaksa agar seseorang melakukan sesuatu yang mengembirakan, memuaskan, atau menguntungkan kita. Yang ada, dan acap kali kita temui adalah, bahwa harapan yang kita inginkan tidak bisa diwujudkan dalam kenyataan. Hentah disebabkan oleh karena kita sendiri, maupun oleh orang lain. Salah satu contohnya adalah pertandingan sepak bola antar kelas ini.
Untuk bijak menghadapi kondisi yang tidak menyenangkan itu, marilah kita analisis satu persatu tanggapan kamu terhadap kasus di atas ! Siapakah menurutmu yang salah, dan apakah kamu menerima atau menolak keputusan itu ?
Menetapkan Yang Bersalah
a. Wasit
Mungkin kamu menyalahkan wasit yang kurang jeli melihat pelanggaran, dan langsung menghukum kesebelasanmu dengan finalti. Kamu mungkin menganggap wasit tidak seharusnya menghukum pelanggaran sekecil itu dengan hukuman seberat itu, apalagi dalam sebuah pertandingan final.
Namun alasanmu ini justru akan sangat mudah dimentahkan oleh wasit. Kamu boleh saja berbeda pendapat dengan wasit, dan mengatakan keputusannya tidak tepat Namun wasit akan menganggap pelanggaran itu adalah berat, dan memenuhi kriteria untuk diberikan hukuman tendangan bebas (free-kick). Karena peristiwa itu terjadi dalam garis 16 (kotak finalti) maka tendangan bebas itu berubah menjadi tendangan finalti. Suatu aturan yang diberlakukan dalam setiap pertandingan sepak bola. Jadi wasit akan menganggap keputusannya sudah tepat dan tidak akan mau membatalkannya lagi.-
Melihat suasana sudah gaduh dan pertandingan tidak dapat dilanjutkan lagi, maka skor 1-2 dijadikannya sebagai hasil akhir dari pertandingan, dan sekaligus menjadikan kelas A juara. Oleh karena itu, wasit tidak dapat dipersalahkan atas keputusannya. Bila memang ia melakukan kesalahan, protes terhadapnya tidak bisa dilakukan oleh penonton, maupun para pemain. Protes harus disampaikan oleh kapten kesesebelasan dan bilamana tidak bisa diselesaikan di lapangan, maka protes dapat dilanjutkan kepada komisi sepak bola setempat.
b. Pendukung
Mungkin diantara kamu ada yang menyatakan, bahwa yang bersalah dalam kasus ini adalah pendukung yang masuk lapangan. Mereka tidak bisa mengendalikan dirinya dan menyerang pemain lawan ke tengah lapangan, mengejar wasit, serta melemparkan benda-benda dan botol minuman. Mereka inilah yang sebenarnya memaksa orang melakukan sesuatu yang menguntungkannya. Sementara pendukung itu tidak menyadari bahwa ia juga tengah melakukan tindakan yang merugikan orang lain, mau mengatur sesuatu di luar kewenangannya.
Pendukung kesebelasanmu akan membela diri, bahwa perbuatannya adalah untuk meminta keadilan atas perlakuan wasit. Mereka ingin membela kesebelasanya yang diperlakukan tidak bijaksana oleh wasit itu. Namun apakah tindakan pendukung tersebut bijaksana, bukankah tindakan itu melanggar ketentuan dalam pertandingan sepak bola. Mengapa pendukung itu protes setelah tejadinya gol dalam eksekusi finalti itu. Apakah pendukung itu akan tetap protes, andaikan eksekusi finalti itu gagal membuahkan gol. Apakah ia akan protes bila hadiah finalti diberikan kepada kesebelasannya. Sebuah standar ganda telah diletakkan pendukung kesebelasanmu dalam menerima hukuman finalti.
Coba bayangkan, bilamana pendukung kesebelasanmu tidak memasuki lapangan, tidak mendorong wasit, serta tidak melemparkan botol minuman atau tidak mengejar pemain lawan, maka sudah dapat dipastikan bahwa pertandingan masih berlanjut. Sisa waktu 20 menit akan memberi peluang bagi kesebelasanmu untuk menyamakan dan mungkin sekali mengungguli kelas A. Kalau memang wasit telah keliru dalam menghukum kesebelasanmu dengan finalti, maka nuraninya akan terpanggil untuk berbuat sesuatu yang menguntungkan bagi kesebelasanmu. Wasit akan bertindak lebih peka atas pelanggaran dari kesebelasan lawan. Bilamana ada kesempatan, wasit tersebut tidak akan segan-segan pula menghukum kesebelasan lawan dengan hukuman finalti. Artinya, sang wasit punya kesempatan menebus kesalahannya, dan bila peristiwa itu tidak terjadi, sekurang-kurangnya wasit akan bersikap lunak dan melonggarkan hukuman atas kesalahan kesebelasanmu di sisa waktu pertandingan itu.
Akan tetapi, karena kealpaan dalam mengendalikan diri, kamu dan kesebelasanmu justru mengalami kerugian. Disamping harus menerima kekalahan, tindakan itu justru merusak reputasi baik yang selama ini kamu bangun. Kelasmu akan dicap oleh kelas lainnya sebagai kelas yang mau menang sendiri, tidak mentaati aturan, bahkan bisa dianggap sebagai kelas yang cenderung anarkhis.
2. Menerima atau menolak keputusan
Apakah kamu akan menerima atau menolak putusan itu. Apakah akibat yang akan kamu hadapi bilamana menolak atau menerima keputusan itu. Keduanya, baik menolak atau menerima akan sama-sama menempatkan kesebelasanmu pada posisi yang sulit. Mari kita selidiki !
a. Menolak Keputusan Wasit
Bila kamu menolak keputusan itu dan tetap melakukan protes, maka kamu akan berada pada posisi yang sangat lemah. Wasit akan terlihat seolah-olah berpihak kepada kesebelasan A dan berusaha agar keputusan yang diambilnya sudah tepat dan ia tidak akan mau membatalkannya.
Meskipun kamu berhasil menunjukkan, bahwa wasit dengan nyata-nyata telah melakukan kesalahan, bahwa pelanggaran itu adalah pelanggaran kecil, dan lebih banyak dipengaruhi oleh tipu daya pemain lawan, maka wasit akan berupaya mencari alasan lain. Ia akan bersikukuh dengan keputusannya, dan manakala ia sudah terdesak dan tidak ada alasan lain, maka wasit akan menyerahkannya kepada komisi olah raga seperti (PSSI) atau Kepala Sekolah. Bilamana wasit merasa tidak senang dengan kasus itu, ia juga akan menuntut atas cacian atau kata-kata kasar yang kamu lontarkan, bisa jadi diantara temanmu dikenakan denda atau teguran
Andaikata komisi olah raga atau Kepala Sekolah membatalkan hukuman finalti itu belum berarti kesebelanmu keluar sebagai pemenangnya. Akan tetapi justru akan mengundang problem baru. Kesebelasan kelas A tidak akan menerima dan kemungkinan akan melakukan protes balik atas keputusan itu. Kalaupun tidak protes, bila mereka menolak untuk tanding ulang, dan kelasmu dinyatakan sebagai pemenang, maka kemenangan itu sudah dipastikan tidak dapat kamu banggakan. Jadi juara tanpa pertandingan. Ini tentu saja tidak kamu inginkan, termasuk seluruh kelas bukan !
Oleh karena itu, bila kamu menolak keputusan itu akan sangat kecil kemungkinannya protes itu berhasil. Meskipun berhasil tetapi tidak langsung menobatkan kesebelasanmu sebagai juara, pertandingan harus di ulang lagi. Amat berbahaya lagi kalau dalam pertandingan ulang itu kelasmu juga kalah, maka seluruh anggota kelas akan kehilangan muka, malu, serta kelas-kelas lain akan mencap siswa kelasmu adalah egois, tidak mampu mengendalikan diri sehingga citra kelasmu akan rusak.
b. Menerima Keputusan Wasit
Bila pada akhirnya kamu menerima keputusan wasit itu, kesebelanmu menjadi runner-up, maka tindakan ini sudah terlambat diambil. Mengapa tidak dari awal, mengapa setelah finalti membuahkan gol ?. Kalau kamu tidak menyerbu masuk lapangan, maka keributan itu tidak terjadi dan kesebelasanmu masih punya waktu untuk mengejar ketinggalannya. Sebab pertandingan masih menyisakan waktu 20 menit lagi. Waktu sepanjang itu sangat memungkinkan kesebelasanmu bersemangat untuk membobolkan gawang lawan. Dengan reputasi yang telah dimiliki oleh pemainmu semenjak babak awal, penonton akan memberi dukungan agar mereka bisa mengejar ketinggalan itu, apalagi kalau penonton menilai hukuman finalti yang diberikan wasit adalah tidak fair. Sehingga tidaklah tertutup kemungkinan, dalam hati penonton akan terselip doa agar kelasmu bisa menyamakan kedudukan sehingga pertandingan semakin menarik untuk ditonton.
Sekarang, biarpun akhirnya kamu menerima keputusan itu, belum cukup untuk mengembalikan citramu. Penonton terlanjur kecewa dengan tindakanmu. Pertandingan sepak bola yang senggaja diadakan untuk ajang hiburan menutup semester, justru berubah meninggalkan goresan luka hati bagi orang yang menyaksikan pertandingan itu.
Jadi, sekalipun kamu menerima hasil pertandingan itu, akan tetapi reaksi atau tanggapan orang lain terhadap kelasmu sudah terlanjur negatif akibat kecerobohan itu. Kelasmu akan dianggap arogan, tidak mau menerima kekalahan, tidak mampu mengendalikan diri, tidak sportif, tidak fair, tidak tunduk kepada wasit, bahkan kelasmu dianggap cenderung anarkhis. Citra kelasmu menjadi jatuh dan mungkin pula diberi cap tertentu yang menyakitkan hatimu. Mereka akan berbalik memuji kelas A meskipun kemenangan itu diperolehnya dari hadiah finalti
a. Dorongan dalam Perbuatan
Pengendalian diri sebenarnya lebih dari sekedar pengendalian perbuatan. Pengendalian diri harus dimulai dari pengendalian dorongan (impuls) yang ada pada diri. Seperti pikiran, perhatian, keinginan, harapan, minat, perasaan, kegemaran, serta sikap dan kebiasaan. Perbuatan atau tindakan tak obahnya bagaikan gunung es, kelihatan kecil pada hal di bawahnya terdapat berlapis-lapis bongkahan es besar yang tak kelihatan. Begitu sebenarnya dengan perbuatan atau tindakan seseorang. Apapun yang dilakukan sebenarnya dilandasi sejumlah impuls yang mendorongnya. Dorongan itu masih tersembunyi dalam diri, dan belum terlihat. Baru terlihat nyata setelah berbentuk perbuatan, seperti tindakan, perkataan, tulisan atau gerakan.
Jadi, pengendalian diri harus diawali dengan kemampuan untuk mengenal dan mengendalikan dorongan itu saat muncul dalam diri. Artinya sebelum seseorang melakukan suatu tindakan atau perbuatan ia cepat menekan agar dorongan itu tidak membuat ia emosional, lupa diri, apalagi melanggar norma kemasyarakatan.
b. Cara Mengendalikan Dorongan
Agar bisa mengendalikan diri, maka diperlukan mengenal dorongan itu dan kemudian mengatur berbagai cara agar dorongan itu tetap melahirkan tindakan yang terkendali. Bentuk dorongan dan cara mengendalikannya adalah sebagai berikut.
Mengendalikan Kebutuhan dan Keinginan
Manusia dilengkapi Tuhan dengan nafsu yang merupakan kumpulan dari kebutuhan dan keinginan. Nafsu ini digerakkan secara otomatis oleh prinsip homeostatis atau equilibrium atau dikenal dengan prinsip pertahanan kehidupan atau keseimbangan. Untuk mempertahankan kehidupan atau keseimbangan hidupnya manusia memerlukan makan, minum , istirahat termasuk kebutuhan seks.
Sifat dari kebutuhan fisiologis adalah muncul setiap saat. Kebutuhan ini akan berkembang menjadi keinginan bilamana telah mendapat sentuhan dari pengalaman. Orang perlu minum, tetapi karena pernah mencoba kopi, teh, es, atau sirup, maka saat haus ia mencari restoran untuk mendapatnya kopi, teh, es, atau sirup itu. Pada hal yang dibutuhkan tubuhnya adalah minum air.
Begitu juga akan halnya dengan makan. Seseorang butuh makan sebenarnya adalah dalam rangka mempertahankan hidupnya atau menjaga keseimbangan tubuhnya (equilibrium). Untuk bergerak manusia membutuhkan energi yang diambil dari pembakaran kalori. Kalori itu terdapat dalam darah. Bilamana darah kekurangan kalori, maka secara otomatis otak memerintahkan agar darah mengambil pada usus. Bilamana pada usus tidak ada sari pati makanan, maka lambung akan mengeluarkan zat asam, dan akibatnya timbul rasa haus atau lapar.
Tetapi kelebihan kalori yang dimakan hanya sebagian menjadi lemak, dan sebagian lagi akan dibuang oleh mekanisme tubuh melalui anus. Begitu juga kelebihan hormon seksual, akan dibuang melalui mimpi basah. Begitulah mekanisme tubuh manusia !
Ketika kebutuhan–kebutuhan itu bersentuhan dengan pengalaman, maka manusia mulai dirasuki oleh keingginan untuk lebih. Keinginan lebih inilah yang disebut dengan nafsu. Nafsu sifatnya cenderung berlebihan dan berakibat merusak diri sendiri.
Jadi, pengendalian diri harus bisa dimulai dari pengendalian kebutuhan. Orang yang bisa mengendalikan diri ditandai pertama sekali dengan kemampuannya mengendalikan kebutuhan dirinya dengan tidak melebihi atau menguranginya. Baik berupa makan, minum, istirahat dan sebagainya. Ia dapat memenuhi secara baik dan bermanfaat bagi tubuhnya. Bukan memenuhi kebutuhan yang akibatnya merugikan atau membahayakan pisiknya sendiri.
Orang yang gagal dalam mengendalikan kebutuhan makannya akan terlihat telalu gemuk atau terlalu kurus. Orang yang tidak bisa mengendalikan waktu tidur atau istirahatnya akan tampak matanya merah, ngantuk di siang hari, tak bersemangat, lelah dan capek. Orang yang tidak bisa mengendalikan seksualnya akan mudah melakukan pelanggaran seksual, seperi perzinahan, onani, masturbasi, atau bentuk-bentuk penyelewengan seksual lainnya.
Mengendali Emosi
Aspek lain dari pengendalian diri adalah pengendalian emosi. Mulai dari dorongan sampai kepada perbuatan yang emosional yang pusat pengendaliannya berada pada otak.
Otak manusia dilengkapi Tuhan dengan tiga kemampuan. refleks, perasaan atau emosi, serta kemampuan berfikir rasional. Kemampuan refleks terletak pada bagian depan otak, atau sering disebut dengan otak primitif. Kemampuan emosional atau perasaan terletak pada limbig. Sedangkan kemampuan berfikir terletak pada bagian belakang atau disebut otak kecil
Dari tiga kemampuan tersebut, reaksi paling cepat dimililki oleh otak primitif, dan kemudian limbig baru terakhir otak pikir. Otak pikir baru bisa melahirkan reaksi setelah 20 detik peristiwa berlalu. Misalkan, bila di depan ada motor yang seolah-olah akan menabrak, secara refleks kamu segera menghindar (kerja otak primitif), baru kemudian muncul rasa marah atau ingin memaki pengendaranya (kerja otak limbig). Namun setelah 20 detik, muncul pikiran rasional, dan mulai terpikirkan: Apakah pengendara tadi mabuk ? Dikejar polisi? Bagaimanakah nasib saya kalau saya tidak sempat menghindar? Apakah saya salah menggunakan jalan ? Munculnya pertanyaan seperti ini adalah akibat bekerjanya otak pikir.
Jadi, kondisi emosinal yang dialami seseorang sebenarnya berlangsung selama 20 detik. Bila seseorang bisa tenang melampai masa itu, emosinya akan dapat dimasuki oleh penilaian otak pikir. Oleh karena itu, seseorang yang sedang emosi kalau ia berdiri bawalah duduk, kalau ia dalam posisi duduk bawalah berbaring. Sehingga memungkinkan ada tenggang waktu 20 detik dan memungkinkan masuknya pertimbangan otak pikir. Sebuah solusi tepat yang disunahkan Rasul.
Orang yang tak berhasil mengendalikan diri dari emosi ini akan terlihat sebagai orang yang mudah tersinggung, mudah main tangan, cepat marah, suka berkata kasar, atau suka berkelahi dan tawuran.
Mengendalikan Pikiran
Pengendalian diri juga perlu mewaspadai dorongan yang berasal dari pikiran yang dihasilkan oleh otak kita sendiri. Pikiran itu dihasilkan dari penggodokkan otak atas segala informasi dan pengalaman yang direkamnya melalui 5 macam alat indrawi kita. Bilamana seseorang mengalami sesuatu, terutama yang mengesankannya, maka pengalaman itu akan tersimpan dalam otak melalui proses melienasi, yaitu berupa simpul yang terbentuk dari pengentalan protein pada ujung saraf otak.
Bilamana dalam otak banyak terdapat simpul-simpul yang berisi pengalaman itu, secara otomatis akan diolah otak kecil sehingga melahirkan hasil analisis tertentu. Bisa berbentuk ide, gagasan, harapan, serta keinginan, baik akibat disengaja atau datang secara tiba-tiba. Hal inilah yang menggerakkan orang berbuat. Misalnya, menjadi juara sepak bola bukanlah kebutuhan kamu, tetapi adalah keinginan sebagai harapan yang muncul dalam pikiran berdasarkan pengalaman. Dengan memperhatikan kemampuan kesebelasanmu sejak dari babak awal, kamu menjadi sangat berharap agar kesebelasanmu keluar sebagai juara, bukan runner-up. Pikiran itulah yang mendorong kamu melakukan protes dan menyerbu masuk lapangan bukan ?.
Oleh karena itu, pikiran yang tumbuh dalam otak perlu diselaraskan dengan kondisi nyata lapangan. Bila keinginan tidak tercapai, bukanlah berarti seluruh harapan jadi buyar. Kamu bisa juga menyelenggarakan pesta, sebagaimana layaknya juara, meskipun kesebelasanmu runner-up.
Seseorang yang gagal dalam mengendalikan pikirannya akan terlihat sebagai orang yang punya keinginan banyak tanpa menyadari kondisi dan kemampuannya. Misalnya, banyak bicara tapi tak mau kerja, suka dapat hasil tapi segan berkorban, mau hasil baik tapi ceroboh atau terges-gesa. Ingin benar tapi tidak mau chek-rechek.
Diskusi Kelompok
Diskusikalh dalam kelompok kecil penyebab atau faktor pendorong dari 3 bentuk perilaku di bawah dan kemudian hasilnya dibacakan di depan kelas!
Apakah tindakan yang sebaiknya kamu lakukan bilamana kamu menghadapi kondisi seperti di bawah ini !
c. Buatlah moto atau semboyan kelas Anda dalam hal pengendalian diri dengan melanjutkan kata-kata berikut ini !.
Kami adalah ...................................................
Mari kita ..............................................
Semboyan terbaik akan dibacakan dan disarankan jadi semboyan kelas.
c. Evaluasi Diri
Jawab pernyataan di bawah ini dengan Sl (selalu atau 100% = tidak pernah tidak), Sr (sering antara 70 - 99%), Kd (Kadang kadang atau 26 - 69 %), J (Jarang 10-25%), atau Tp (tidak pernah < 10%)
Hitunglah tingkat pengendalian dirimu dengan cara :
1). Kalikan jawabanmu Sl = 4, Sr = 3, Kd = 2 Jr = 1 dan Tp =0 untuk pernyataan no 2, 5 dan 12. Kalikan jawabanmu Sl = 0, Sr = 1, Kd = 2 Jr = 3 dan Tp =4 untuk pernyataan selebihnya
2) Jumlah skor yang kamu peroleh, kemudian bagi skor tersebut dengan angka 100 (nilai ideal = 20 x 4 ) dan kemudian kalikan dengan 100%
Rumusnya adalah;
3). Bandingkan dengan kriteria di bawah ini.
4). Kualitas pengendalian dirimu adalah .......................... ( .. %)
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan jelas !
1. Apakah yang dimaksud dengan pengendalian diri ?
2. Kemukanlah paling kurang dua macam manfaat yang akan diproleh seseorang bilamana ia berhasil mengendalikan dirinya
3. Kemukakanlah 3 faktor yang mendorong seseorang melakukan suatu perbuatan beserta prosesnya.
4. Analisislah paling kurag 2 (dua) macam karakteristik dari orang yang bisa mengenalikan dirinya dalam hal kebutuhannya
5. Analisislah pula 2 (dua) bentuk dari orang yang tak bisa mengendalikan dirinya dalam hal emosi
6. Analisis paling kurang 2 (dua) macam manfaat bilamana siswa berhasil dalam mengendalikan diri dari hal pikiran.

Riwayat Hidup Penulis


Drs. Akmal Sutja, MPd. adalah staf pengajar pada FKIP Universitas Jambi. Ia lahir tahun 1959 di Padang Panjang Sumatera Barat. SD ia tamatkan di desanya Batipuh 1971, MTs 1974 dan MAN 1977. Memiliki D-II PPKn 1980 dan menyelesaikan S-1 jurusan PMP/IKN UNP tahun 1983, dan memperoleh gelar Magister Pendidikan dari UPI 1989 jurusan Bimbingan Penyuluhan.
Kegemaran menulis telah ia perlihat semenjak lama. Semasa masih mahasiswa ia pernah menjadi redaksi koran kampus, dan menulis di banyak media, koran Singgalang, Suara Karya dan majalah psikolgi Anda. Tulisannya pernah meraih Juara Pertama dalam lomba Karya Ilmiah Sumpah Pemuda UNP tahun 1981.
Dengan pengalaman jurnalistik serta memperoleh pendidikan tambahan dalam Bimbingan Konseling, disamping PPKn, telah membuat ia mampu menulis Budi Perkerti ini dengan bahasa populer dan menjadi enak di baca.
Disamping menulis buku ini, bukunya yang telah dipublikasikan Sekitar Garuda Pancasila"CV Angkasa Bandung tahun 1986. Humas suatu Pengantar Jambi: Jurusan IPS. Bigrafi Rektor Unja ke-2, SB Samad: Anak Guru Sekolah Rakyat (CV Angkasa Bandung tahun 1996. Memahami Lingkungan Keluarga dan Pendidikan Anak tahun 2002 dan Panduan Penulisan Skripsi tahun 2005.
Dalam bidang organisasi, mantan Pembantu Dekan I FKIP ini, telah mempelopori berdirinya organisasi Alumni UNP di Jambi. Mempelopori dan menjabat Ketua PENGDA ABKIN 1993-1998. Mendirikan menjabat Dewan pembina HOT Jambi 2002 -sekarang.
Sekarang Bapak yang telah dikarunia 2 pasang anak ini, Uut, Tia, Ryan dan Ikrar dari perkawinannya dengan Guru SMA 5 Jambi, Elizeta, SPd, tercatat sebagai dosen pada program Ekstensi BK FKIP Univ. Jambi disamping Kepala Unit Layanan Bimbingan Konseling (UPBK) Univ. Jambi.