Minggu, 30 Mei 2010

Kepemimpinan Visioner

A. PENDAHULUAN

Persoalan kepemimpinan, khususnya kepemimpinan dalam dunia pendidikan, adalah persoalan yang selalu menarik untuk dibicarakan. Sebab, pendidikan menyangkut kepentingan banyak orang, kompleks, dinamis sesuai dengan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Selain itu, pendidikan juga bersifat futuristik, dilakukan sekarang untuk mengejar kebaikan masa depan. Karena sifat pendidikan yang demikian, apa yang dilakukan setiap pemimpin pendidikan, justru akan berkaitan dengan kepentingan banyak orang, serta berdampak terhadap masa depan individu, masyarakat dan bangsa.

Oleh sebab itu, meskipun telah banyak teori mengenai kepemimpinan pendidikan berkembang, masih saja persoalan kepentidikan menjadi lapangan yang sangat luas untuk dieksplorasi. Kita masih memungkinkan menggali dan menemukan cara terbaik dalam pengelolaan pendidikan. Akhir-akhir ini, para ahli berhasil mengembangkan dan meluncurkan berbagai model atau gaya kepemimpinan pendidikan dapat memperbaiki pengelolaan institusi pendidikan. Salah satu gaya kemimpinan yang secara kontekstual dinilai relevan dengan dunia pendidikan sekarang adalah kepemimpinan visioner (KV)
Gaya KV semakin terasa urgensinya untuk diterapkan dalam lembaga pendidikan, terutama sekali pada persekolahan, mengingat sekolah-sekolah kita sekarang tengah mendapat hantaman yang dahsyat dari kekuatan eksterna seperti politik, ekonomi, sosial dan kultural yang langsung atau tidak membonceng dalam informasi media masa.

Meskipun kondisi ekstenal itu terkadang bersifat memberi peluang untuk berkembang, namun seringkali justru bersifat menghambat atau paling kurang melahirkan tantangan baru dalam pendidikan kita. Selain itu, dunia pendikan kita juga dihadapkan dengan perubahan kebijakan yang senantiasa tidak diiringi dengan pemahaman yang utuh. Seperti pengaturan pembiayaan serta pergantian kurikulum yang seringkali membuat kebingunan dalam implementasinya. Sehingga mengundang munculnya tanatang internal sekolah.

Pemimpin dalam dunia pendidikan tidak bisa lari dan membebaskan institusinya dari pengaruh luar tersebut, sebab tidak ada seorangpun dalam kehidupan sekarang ini bisa menghentilkan perubahan yang tengah terjadi. Malah ciri kehidupan modern sekarang justru ditandai dengan perubahan tulis Arcaro (1995). Bahkan Satori & Suryadi dalam Ali et.al (2007) menyatakan bahwa tugas dari lembaga pendidikan semakin lama semakin bertambah dan semakin beragam.
Untuk mengatasi masalah itu, pemimpin pendidikan dituntut untuk cepat mengelola secara bijak seluruh sumber dayanya guna melakukan akselarasi atau penyesuaian dengan kondisi luar itu. Sehingga apa yang dilontarkan Tofler (1988) tentang tuntutan akselarasi sudah menjadi kenyataan .

Akan tetapi upaya akselarasi ini belumlah merupakan solusi yang tepat, sebab masih berorientasi kontekstual. Usaha yang mungkin membebaskan dunia pendidikan terhadap pengaruh negatif perubahan tersebut adalah dengan melakukan upaya yang bersifat antisipatif. Mendahului gerak perubahan dengan memilih posisi yang tepat. Pemimpin yang mampu melakukan akselerasi dengan cepat serta mampu melakukan tindakan atisipatif yang tepat seperti inilah yang menjadi tuntutan dalam KV.

B. PENGERTIAN KV

Memahami pengertian KV, tidak mungkin kita bisa melepaskan diri dari pengertian visi. Secara harfiah, arti visi adalah pandangan jauh ke depan. Tapi tidak semua pandangan jauh ke depan adalah visi. Akdon (2006) membatasi arti visi adalah merupakan gambaran tentang masa depan (future) yang realistik dan ingin diwujudkan dalam kurun waktu tertentu. Jadi, adanya unsur realistik yang ingin diwujudkan, membuat visi amat berbeda dengan otopia. Tapi visi tidak sama dengan misi. Visi bersifat lebih substantif dari misi.

Untuk memahami arti visi, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi dari visi. Akdon (2006) mensyaratkan kriteria visi itu sebagai berikut:

1. Visi bukan merupakan fakta, tetapi gambaran pandangan ideal masa depan yang ingin diwujudkan

2. Visi dapat memberi arahan mendorong anggota organisasi untuk menunjukkan kinerja yang baik

3. Dapat menimbulkan inspirasi dan siap menghadapi tantangan

4. Menjembatani masa kini dan masa mendatang

5. Gambaran yang realistik dan kridibel dengan masa depan yang menarik

6. Sifatnya tidak statis dan tidak untuk selamanya

 
Namun kriteria ini masih bisa kita tambahkan lagi, misalnya bahwa visi hendaknya memperhatikan kondisi dalam dan luar institusi, atau menunjukkan penghargan atau rasa hormat kepada internal maupun eksternal lembaga. Sedangkan kepemimpinan menurut Gibson et.al (1997) adalah usaha menggunakan suatu gaya mempengaruhi dan tidak memaksa untuk memotivasi individu dalam mencapai tujuan.

 
Bila visi dikaitkan dengan kepemimpinan, dengan mengadopsi dua pengertian di atas, maka secara singkat, dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan Kepemimpinan Visoner adalah gaya atau kemampuan seorang untuk menggerakkan orang lain mencapai tujuan organisasi dengan menggunakan cara pandang ke depan yang realistik. Golleman et.al (2006) bahkan lebih menyederhanakan lagi pengertian KV dengan menggerakkan orang–orang ke arah impian bersama.

Sehingga dalam pengertian penulis, KV mengandung dua makna: Pertama KV adalah pemimpin yang memiliki pandangan jauh ke depan. Kedua adalah pemimpin yang mampu membangkitkan inspirasi serta berusaha agar orang-orang yang dipimpinnya bergairah dalam bekerja dan tetap terfokus pada visi institusi.

 
C. KV SEBUAH GAYA KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF

Sejak pertengahan abad 20 lalu, para ahli telah mulai mengeksplorasi pemikiran melalui berbagai macam studi guna menemukan bentuk atau gaya kepemimpinan, termasuk kepemimpinan dalam dunia pendidikan. Masing-masing gaya yang ditemukan itu, tidak terlepas dengan dengan kondisi saat itu. Tahun 1947, Reusis Likert menemukan adanya dua gaya, pemimpin yang berorietnasi kepada pekerjaan versus berorientasi karyawan. Selanjutnya muncul kepemimpinan yang mengutamakan struktur versus yang mengutamakan konsiderasi (Felishman). Gaya kepemimpinan kontigensi (Fiedler), kepemimpinan berorientasi tujuan (Robert J.Honse), kepemimpinan stiuasional (Hersey & Blanchard), kepemimpinan atribusi (Kelley), kepemimpinan karismatik (Jay Conger) Total Quality Managemen (Edward Shill), Kepemimpian transaksional dan transformasional (Brice J.Avalid). dan akhir-akhir ini muncul pula Kepemimpinan Visioner dari Pittman dan Robert J.Starratt

 
Kita tidak bermaksu untuk membandingkan gaya kepemimpinan tersebut dengan KV, karena akan mengundang debat yang tak berkesudahan. Masing-masing gaya kepemimpinan memiliki keunggulan disamping kelemahan. Disamping itu, ada kemungkinan antara suatu gaya kepemimpinan mirip atau saling keterpautan. Oleh karena itu, kita tidak memungkinkan membandingkan diantara gaya gaya tersebut. Agaknya cukup mengutip penilaian Golleman et al. (2006) bahwa KV memiliki dampak paling positif terhadap iklim emosi sehingga bisa menggerakkan orang ke arah impian bersama. Ia menulis

Dari keenam gaya kepemimpinan, penelitian kami menunjukkan bahwa secara keseluruhan, pendekatan visioner inilah yang paling efektif. Dengan terus mengingatkan orang akan tujuan yang lebih besar dari pekerjaan mereka. Pemimpin visioner memberi arti yang lebih besar kepada pekerjaan sehar-hari yang bisa terasa membosankan. Para pekerja mengerti bahwa tujuan bersama itu selaras dengan minat terbaik mereka. Hasilnya adalah kerja yang menggugah. (Golleman et al. 2006). Starratt (2007) mengharapkan, bila KV diterapkan disekolah akan mengarah kepada bentuk Tim Pemimpin Magajer yang dibedakannya dengan pemimpin dan manajer.



D. CIRI CIRI KV

Untuk memahami ciri-ciri KV, dapat dideskripsikan melalui ceritera tentang Bob Pittman, manajer sebuah taman hiburan. Ketika suatu hari ia mendengar keluhan pengunjung karena ulah cleaning servise yang bermuka masam. Ia segera mengambil tindakan penyamaran, menjadi petugas kebersihan itu. Ternyata, secepat ia menyapu secepat itu pula pengunjung membuang sampah, dan taman tampak kotor kembali. Ternyata itulah penyebabnya, banyak petugas memasang muka jeruk purut sebagaimana yang dilaporkan mereka kepada Pittman. Kemudian Pittman mengumpulkan semua petugas kebersihan, menyampaikan bahwa tugas mereka yang paling utama adalah membuat pengunjung merasa nyaman. Membersihkan sampah adalah salah satu cara agar membuat pengunjung nyaman dan karena itu perlu dilakukan dengan ramah. .

Cerita diatas, adalah contoh seorang pemimpin yang berhasil menerapkan gaya KV dalam mengelola taman hiburan. Ia memasukkan visi kenyaman pengunjung kepada petugas kebersihan, karena sejak saat itu, visi ramah telah masuk dalam peran kecil petugas kebersihan. Namun KV bukan hanya terbatas seperti kasus tersebut. Selain keberhasilan memasukan visi dari institusi itu dalam proses, tetapi juga hendaknya berhasil memasukan visi institusi itu dalam pikiran setiap orang atau setiap lini institusi itu. Sehingga setiap petugasnya melakukan kegiatan ia mengenal visi yang ingin diwujudkannya. Bahkan hendaknya, sesudah melakukan pekerjaan, setiap kolega melakukan refleksi degan menjawab sendiri pertanyaan yang diajukannya. Benarkah kegiatan yang saya lakukan sudah sesuai dengan visi ?Apakah faktor yang menghambat atau mendorongnya ?

Memasukkan hal seperti itu kepada setiap orang yang terlibat dalam suatu institusi bukanlah pekerjaan mudah. Untuk bisa menjadi KV maka ada beberapa cara pandangan atau wawasan yang dituntut bagi pemimpin yang ingin menerapkannya. Dengan memperhatikan pandangan Golleman et al. (2006) maupun Starrat (2007) maka setidak-tidaknya KV itu memiliki 5 (lima) ciri .

Memiliki kemampuan untuk menempatkan dirinya menjadi sutradara sekaligus pemain dalam sebuah drama. Artinya, seorang sutradara dan sekaligus pemain dalam drama memiliki pengertian, bahwa pemimpin adalah orang menentukan bentuk plot atau sistem dan mekanisme dari lembaga yang dipimpinnya, dengan menetapkan visi yang ingin dicapainya. Kemudian ia mengatur pelaku sekaligus bila dipelukan dia melibatkan diri sebagai pemain.

Adanya kontrak (perjanjian) yang memandu koleganya mengejar keberhasilan secara profesional. Artinya, setelah visi dijabarkan menjadi kebijakan, program, dan operasi yang berkaitan langsung dengan individu, maka diperlukan adanya perjanjian yang memandu individu tersebut bekerja dengan ikatan moral dan profesional.
Memiliki kemampuan mentransformasi institusi dengan visi yang ingin dikembangkan Artinya adalah memiliki kemampuan untuk menjadikan visi menjadi melembaga, dan mengarahkan setiap aktivitas koleganya, tetapi memberikan peluang munculnya kreativitas ditengah tuntutan keseragaman mencapai visi, atau dengan kata lain, memberi peluang kepada seluruh individu yang dipimpinnnya menjadi dirinya sendiri dalam ikatan visi institusi
Memiliki kemampuan paktik refleksi setiap selesai melakukan pekerjaan. Refleksi adalah proses menganalisis atau merenungkan kembali setiap selesai melaksanakan program. Apakah hasil dari program tersebut masih dapat ditingkatkan serta hambatan dan kekuatan apakah yang ditemukan, sehingga dapat dikenali sifat-sifat khusus dari seluruh program yang pernah dilakukan. Memiliki kemampuan empati. Kemampuan berempati adalah kepekaan untuk merasakan perasaan orang lain dan memahami sudut pandang mereka. Kemampuan ini akan menciptakan pemahanan yang substansif terhadap setiap persoalan yang muncul.
Kelima ciri diatas, disatu pihak dapat difungsikan sebagai pedoman untuk menerapkan KV, tetapi di pihak lain juga dapat digunakan sebagai kriteria menentukan kepemimpinan visioner seseorang
Pentingnya KV dalam Dunia Pendidikan

Sudah tidak diragukan lagi, banyak hasil penelitian yang membuktikan, bahwa gaya kepemimpinan memberi kontribusi nyata terhadapap pencapaian tujuan dari organisasi. Begitu juga dalam bidang pendidikan, pencapaian tujuan institusi pendidikan dipengauhi oleh gaya pimpinannya.

Melihat kondisi dan permasalahan pendidikan kita dewasa ini, yang semakin hari akan semakin kompleks, maka tuntutan tehadap kepemimpinan dalam dunia pendidikan semakin berat. Kita tidak saja dihadapkan kepada persoalan mutu dan pemerataan pendidikan, tetapi sering kali dikaitkan dengan ketimpangan lapangan pekerjaan.
Harapan masyarakat bahwa pendidikan, membawa kemajuan dan perbaikan, telah menjadi bola liar yang sulit dipenuhi. Karena kondisi eksternal lembaga pendidikan yang dinamis sebagai dampak globalisasi, telah menjadikan tuntutan itu semakin lama semakin tinggi dan variatif. Secepat sebuah harapan itu dipenuhi secepat itu pula muncul harapan baru yang lebih tinggi lagi sifatnya.
Tuntutan itu sering kali justru dialamatkan kepada pemimpin, khususnya pemimpin pendidikan. Mulai dari Presiden, Menteri, Kepala Dinas, sampai ke bawah kepada Kepala Sekolah. Agar bisa memenuhi harapan masyarakat dimaksud, tidak jarang terjadi para pemimpin terpaksa mencari jalan gampang, meskipun kadang mengingkari nilai sakral pendidikan itu sendiri. Kasus pemalsuan nilai, kebocoran soal ujian, serta pemberian kunci jawaban menjadi tidak asing lagi dalam dunia pendidikan kita. Meskipun pelanggaran itu diketahui subjeknya, namun karena sudah bersifat politis membuat kita berada dalam Perahu Retak, yang benar disalahkan dan yang salah dibenarkan, dendangan Sahilatua

Untuk mengatasi persoalan pelit dalam dunia pendidikan, nampaknya pendidikan kita membutuhkan lahirnya KV. Karena KV akan mendorong setiap orang yang dipimpinnya memiliki nilai yang berupa visi lembaganya. Nilai-nilai tersebut sudah barang tentu diangkat dari nilai yang fundamental menjadi ciri lembaga atau institusi tersebut.
C. KESIMPUAN

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diambil kesimpulan

1. Kepemimpinan khususnya kepemimpinan pendidikan akan selalu menarik dibicarakan dan masih terbuka dieksplorasi sehingga bisa ditemukan teori atau gaya yang lebih efektif karena kepemimpinan berkaitan dengan kondisi yang tengah berkembang

2. Pemimpin dalam dunia pendidikan dewasa ini dituntut untuk bisa memimpin lembaganya melakukan akselerasi dan antisipatif terhadap kemungkinan masa depan

3. KV adalah pemimpin yang mampu membangkitkan inspirasi serta berusaha agar orang-orang yang dipimpinnya bergairah dalam bekerja, akan tetapi tetap terfokus pada visi di balik tugas sehari-harinya.

4. Dari berbagai gaya kepemimpinan, maka KV adalah gaya kepemimpinan yang efektif dan memiliki resonansi untuk menggeraklan koleganya bersama-sama menuju tujuan.

5. Ciri dari KV tercermin dalam gaya dan kemampuannya menjadi sutradara sekaligus pemaian dalam sebuah drama mengembangkan kontrak (pejanjian) yang memandu koleganya mengejar keberhasilan secara profesional kemampuan transformasi institusi kemampuan paktik refleksi setiap selesai melakukan pekejaan kemampuan berempati

6. KV sangat mungkin diterapkan dalam dunia pendidikan kita dan diperkirakan dapat mengatasi problem pendidikan yang tengah kita hadapi


 
DAFTAR PUSTAKA
Akdon. (2006) Strategic Management for Educational Management (Manajemen Stategik untuk Manajemen Pendidikan ). Bandung: Alfabeta

Arcaro, J.S. (1995) Pendidikan Berbasis Mutu: Prinsip-Prinsip Perumusan dan Tata Langkah Penerapannya. (terjemahan). Yogyakarta: Pustaka pelajar

Gibson, J., Ivancevuch, J.M. & Donnelly Jr. J.H. (1997) Organisasi: Prilaku Struktur Proses (lJilid 2). Jakarta:Binarupa Aksara

Golleman, D., Boyatzis. & Mckee, A . (2006). Primal Leadership: Kepemimpinan Berdasarkan Kecerdasan emosi.(terjemahan). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Satori, J. & Suryadi. (2007) Teori Administrasi Pendidikan. dalam Kumpulan Karangan Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bandung : Pedagogiana Press.

Starratt, Robert J. (2007). Menghadirkan Pemimpin Visioner (terjemahan), Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Toffler.A. (1988). Kejutan Masa Depan. Jakarta: PT Panca Simpati

Kepemimpinan Visoner

Konseling Psikoanalisa

Konseling Psikoanalisa
oleh Akmal Sutja 

A. Riwayat Hidup Tokoh Psikoanalisa
Psikoanalisis dikembangkan oleh Sigmund Freud. Ia dilahirkan sebagai anak sulung dari keluarga Yahudi, 6 mei 1856 di kota kecil Freiberg, Marovia, Cekoslawakia (dulu masuk kekaisaran Austria). Ketika ia masih balita, Freud kecil diboyong hijrah oleh keluarganya ke Wina dan menetap di sana sampai tua. Ia pindah ke London tahun 1920 ketika Austria dikuasai Nazi.
Freud pada mulanya tertarik pada sains, terutama biologi. Setamat SMA tahun 1873 ia masuk fakultas kedokteran Universitas Wina dan memperoleh predikat dokter tahun 1881. Freud telah bekerja pada lab fisiologi Brueke selagi ia
masih kuliah (1876-1882). Setelah itu ia mengabdi pada RSU Wina untuk menangani bidang anatomi otak (1882-1884), dan beralih sebagai peneliti kokaine (1885-1887).
Desakan ekonomi yang ditimbulkan karena terbatasnya fasilitas untuk keturunan Yahudi di Wina, memaksa Freud membuka praktek dokter sore harinya. Di dalam praktek ini, Freud menemukan jati dirinya, ia mendapatkan banyak tantangan sehingga terdorong untuk melakukan riset dan menulisnya dalam berbagai artikel, sehingga jiwa penyelidikanya menjadi berkembang.
Karena Freud seorang dokter yang telah bekerja pada bagian anatomi otak, ia menjadi tertarik mendalami aspek psikis atau mental dari manusia. Apalagi, Gustav Fechner ahli filsafat kebangsaan Jerman telah mendemontrasikan bahwa jiwa manusia dapat dipelajari secara ilmiah dan diukur secara kuantitatif.
Untuk itu, Freud mulai belajar mendalami gangguan jiwa atau neurosis lewat Jen Charcot, ahli syaraf dari Perancis, yang waktu itu tengah mengembangkan Hipnotis untuk mengatasi kasus-kasus histeria. Tapi Freud tidak puas, karena ia pikir cara tersebut bersifat sementara dan terkesan bersifat magis. Beberapa bulan saja ia telah pamit untuk berpisah dengan Charcot.
Ketika ia mendengar ada cara baru yang dikembangkan Joseph Breuer, menyembuhkan neurosis dengan berbicara atau terkenal dengan teknik talking–out (the talking-out technique), maka Freud segera memburu untuk berkolaborasi dengannya. Kerjasama Freud- Breuer melahirkan buku : Studi tentang Histeria yang mereka tulis berdua dan dipublikasi tahun 1895.
Akan tetapi Freud-Breuer pecah kongsi. Mereka berbeda pendapat dalam menentukan penyebab histeria. Freud menyakini pentingnya analisis faktor seksual, karena itu Freud merasa perlu mengembangkan Metode Asosiasi Bebas (Free Association Method) untuk mengungkap kasus. Breuer menolaknya, dan lebih menekan pada pengungkapan oleh klien dalam keadaan tersugesti secara sadar, dan menganggap faktor seksual sebagai ingatan yang tak disadari saja melalui Talking out.
Perpisahan ini membawa berkah bagi Freud.Sejak itu, dorongan Freud untuk membuktikan kebenaran pandangannya semakin besar. Freud ingin membuktikan sendiri tanpa dibayangi Breuer. Hasilnya, temuan demi temuan Freud menjadi sejarah penting dari psikologi dan terapi di kemudian hari, terutama sekali Psikoanalisa
Sejak perpisahan tersebut Freud berhasil menulis banyak buku, diantaranya : (1) The Interpretation of Dreams tahun 1890, (2) The Psychopathology of Everyday Life, tahun 1904, (3) A Case of Hysteria tahun 1905, (4) Three Esssays of Sexuality, tahun 1905. Serta sejumlah karangan dan artikel lepas yang ditulis Freud dalam berbagai bentuk. Semua tulisan Freud itu, . konon telah dihimpun dalam edisi bahasa Inggris sebanyak 24 jilid.
Freud adalah orang yang kreatif dalam mengembangkan teorinya terus menerus. Di usia “gaek” masih mampu berprestasi. Bahkan menurut Hall (1980) struktur kepribadian id, ego, dan super ego dikembangkan Freud ketika ia telah berusia 66 tahun, yakni tahun 1920. Sehingga Bertens (1979) mengklarifikasikan tahap perkembangan psikoanalisa sbb : (1) Periode I (1895-1905) terbentuknya teori psikoanalisa, (2) Periode II (1905-1920) pendalaman teori psikoanalisa, (3) Periode III (1920-1939) revisi teori psikoanalisa.
Setelah Freud menggelarkan torinya melalui buku-buku yang ditulisnya, membuat nama Freud menjadi kesohor dan menarik minat orang untuk belajar kepadanya. Diantaranya terdapat sederet nama ahli psikologi seperti; C G Jung, Alfred Alder, Ernes Jones, A A Brill, Sandor Jerenzi, Karl Abraham dsb. Walaupun sebagian muridnya (Jung dan Adler) memisahkan diri dari Freud, dan mengembangkan teori baru pula.
Pengakuan akademis diperoleh Freud. Tahun 1909, saat ia mendapat undangan Calvin S. Hall, rektor Universitas Clark kala itu, untuk memberi ceramah di Massachussetts. Begitu menariknya ceramah Freud itu, sejak itu psikoanalisa dimasukan dan menjadi materi perkuliahan pada fakultas kedokteran.
Ketika kota Wina dikuasai oleh Nazi pada Perang Dunia I dan kehidupan orang Yahudi terancam, Freud dapat meloloskan diri secara spektakuler berkat bantuan muridnya Ernes Jones yang berkebangsaan Inggris. Ia menetap di London sampai menghela nafas terakhir 23 september 1939, akibat kanker yang telah dideritanya selama 19 tahun. Kepada kita ditinggalkannya warisan, di samping 6 orang anak dari perkawinannya dengan Martha Bernays tahun 1886, dan seorang putrinya yang terkenal adalah Anna Freud, pelanjut ayahnya. Freud meninggalkan warisan ilmiah yang yang tak terpirikan manfaatnya bagi perkembangan psikologi dan terapi dewasa ini.

B.Prinsip-Prinsip Pokok Teori Freud

Freud orang yang kontradiktif, ia seorang dokter tapi lebih popular dalam psikologi. Dalam literatur kedokteran nama Freud jarang ditemui, tapi literatur psikologi manapun jarang sekali yang tidak merujuk kepada Freud. Bahkan perkembangan dunia konseling saat ini, justru dikembangkan dari pencerahan (baik pro dan kontra) gagasan Freud. Artinya, teori psikologi yang dikembangkan para ahli sekarang pada umumnya kalau tidak merupakan pengembangan, lanjutan, atau pendalaman teori Freud, merupakan penolakkan dari pandangan Freud. Tidak berlebihan kiranya, Psikoanalisa Freud merupakan canang bagi kelahiran konseling atau terapi dewasa ini.
Dalam bukunya, Freud, telah mengulas banyak hal tentang berbagai persoalan kehidupan. Meskipun tidak membuat postulat atau dalil khusus, akan tetapi ada beberapa prinsip yang menurut Bischoff (1977) dan Pervin (1980) yang menonjol dari keseluruhan teori Freud.Prinsip tersebut adalah :
1. Prinsip Kepuasan
2. Prinsip Realitas
3. Prinsip Reduksi Ketegangan
4. Prinsip Polaritas
5. Prinsip Dorongan Pengulangan

1. Prinsip Kepuasan (Pleasure Principle)

Freud memandang, bahwa manusia bertingkah laku karena didorongn untuk menemukan kepuasan dan sedapat mungkin menekan atau menghindari ketak-puasan atau ketak-senangan. Oleh sebab itu Freud mengibaratkan manusia sebagai pleasure seeking animal. Pengalaman yang menyenangkan atau mendatangkan kepuasan, disadari atau tidak, justru menjadi barometer seseorang untuk melakukannya. Apapun yang dilakukan seseorang lebih banyak ditentukan oleh kepuasan yang ingin dia peroleh. Seseorang sanggup melakukan apa saja demi mencapai kepuasan walaupun harus dengan kekerasan, berantam dengan sesama, atau bertingkah tidak wajar. Cermatilah, misalnya orang yang kepepet untuk kencing, bisa memaki atau memukur pintu wc agar orang yang di dalam cepat keluar

Tapi prinsip kepuasan atau kesenangan ini tidak menjadi tujuan, hanya lebih terlihat menjadi kekuatan motivasi untuk mengejar jati diri manusia, menimbulkan dorongan untuk mencapai keadaan yang memuaskan karena itu bukan imajinatif,


Dalam kehidupan sehari-hari dapat ditemui, seseorang mungkin berkilah bahwa ia bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga, baik seorang ayah dalam mencari uang atau ibu yang memasak di dapur, tapi kenyataannya sang ibu justru lebih sering memasak makanan yang dia sukai, ketimbang yang disukai suami, atau sang ayah sanggup meninggalkan keluarga demi jabatannya.

2. Prinsip Realitas (Reality Principle)
Dorongan untuk mencari kepuasan diri diatas dibatasi oleh realitas. Tidak semua kepuasan tersebut dapat diwujudkan .Seseorang mungkin menunda kepuasan demi meraih kepuasan lain yang baik, penting, atau lebih berarti. Dalam menghadapi realitas, manusia mungkin mebuat prioritasnya dan memprediksi kepuasan yang lebih penting. Kendatipun ia mau menempuh kesusahan terlebih dahulu. Ambil contoh : Anda, mahasiswa, mau bersusah payah mengikuti kuliah karena memprediksi jabatan, finansial, maupun status sosial selesai kuliah nanti jauh lebih penting.
Bila prinsip kepuasan bersifat instinktif, prinsip realitas lebih banyak dipengaruhi oleh pemelajaran (learning). Bayi belum mampu mencerna realitas secara baik, tapi secepat usianya merambat secepat itu pula lingkungannya memberikan sentuhan pendidikan, maka mulailah ia memperhatikan realitas.

3. Prinsip Reduksi Ketegangan (Tension Reduction Principle)
Prinsip ini berkaitan dengan dua prinsip terdahulu. Dalam suatu keadaan seorang mungkin menemui dua hal yang ekstrim bertentangan. Sekuat adanya dorongan kepuasan sekuat itu pula hambatan pada realitas. Bila hal ini terjadi maka seseorang akan merasa konflik dan timbullah ketegangan (tension) dalam dirinya. Maka seseorang mencari bentuk tingkah laku lain, baik disadari atau tidak, untuk melepaskan ketegangannya itu. Dalam keadaan ini manusia dipandang sebagai tension reduction animal.



4. Prinsip polaritas ( Polarity Principle)
Dalam teori Freud, kendati tidak dieksplisitkannya, dapat ditemukan prinsip polaritas atau dualitas ini. Dengan prinsip ini tergambar adanya dua polar kekuatan yang berbeda dan bertolak belakang dalam kehidupan manusia, yaitu dua macam kualitas yang harus dipilihnya dalam kehidupan shari-hari. Misalnya : baik-buruk, benar-salah , atas-bawah, di dalam-di luar, putih-hitam,, dsb. Polar yang demikian menghadang secara terus-menerus tingkah laku yang akan diambilnya atau tidak.

5. Prinsip Dorongan Pengulangan (Ripitition Compulsion Principle )
Ini merupakan pengakuan peranan pembiasaan dalam tingkah laku. Seseorang akan mengulangi cara tertentu yantg biasa dilakukannya, baik disadarinya atau tidak. Kecendrungan melakukan pengulangan ini lebih banyak dipengaruhi oleh pengalamannya, terutama pengalaman sukses, sehingga dapat menjadi modus operandi dalam kehidupannya menghadapi masalah yang sama. Cara ini menjadi konstruksi yang dirasionalkan untuk meraih hasil-hasil seperti pengalaman sebelumnya.

C. Struktur Kepribadian Manusia
Pada mulanya orang menganggap bahwa psikoanalisa merupakan metode penyembuhan (terapi) dan akhirnya berkembang juga menjadi teori kepribadian , terutama setelah lahirnya teori-teori Freud tentang struktur kepribadian manusia pada awal abad ke-19.
Teori Freud tentang kepribadian manusia pada hakekatnya terdiri dari 3 unsur, yaitu id, ego, dan super ego. Ketiga unsur ini terdapat pada setiap manusia, tanpa terkecuali. Ketiga unsur ini perlu berfungsi secara seimbang. Ketimpangan salah satu fungsi mengakibatkan goyahnya kondisi psikis manusia.
Id atau sering juga disebut Das Es merupakan sumber kekuatan mendasar dari sistem kepribadian manusia. Id bersifat biologis, dan melahirkan dorongan subyektifitas yang berfungsi menjaga keseimbangan diri manusia.
Id tidak toleran dan tidak sabar terhadap ketegangan (tension), dan maunya secepat mungkin melepaskan ketegangan agar terwujud kembali keseimbangan . Oleh karena itu, id hanya mengenal prinsip kepuasanatau kesenangan (pleasure principle). Sehinggga kadang-kadang id terlihat tidak rasional, tidak realistis, tidak disiplin, tidak mengenal aturan, tidak terorganisir, dan tidak disadari. Id bersifat reflaks guna mengejar kesenangan subyektif dan menolak ketakpuasan dan ketaksenangan.
Pech dan Whitlow (1975) menyimpulkan bahwa ID,menurut Freud, bersumber pada Libido : suatu dorongan yang hampir seluruhnya dikendalikan instink seksual. Yaitu instink yang bukan dalam arti sempit, tapi mencakup rasa persahabatan , disayangi, serta untuk mempertahankan dan melanjutkan diri dan keturunan.
Ego merupakan eksekutif; pelaksana, pengendali, dan pengatur id. Fungsi utama ego atau juga sering disebut Freud dengan Das Ich, adalah untuk menjembatani instink yang ditimbulkan id dengan kondisi obyektif dari lingkungan. Ego merupakan aspek psikis dari kepribadian dan timbul karena kebutuhan harmonisnya hubungan seseorang denga lingkungannya atau realitas, sehingga ego didasari oleh prinsip realitas ( reality principle).
Ego tidak bersifat menghalangi id, tetapi berusaha menyeleksi, memilih dan memprioritaskan obyek-obyek yang mungkin dapat memenuhi dorongan id. Implus-implus buta dari id yang mendesak untuk dipenuhi dihadapkan Ego kepada kondisi realitas, sehingga Ego merupakan perantara antara id dengan realitas lingkungan.
Sedangkan Super Ego atau Das Ueber Ich merupakan aspek sosiologis atau dapat dianggap sebagai aspek moral dari kepribadian. Super Ego berfungsi untuk memutuskan id yang telah diprioritaskan Ego benar atau salah, baik atau buruk, pantas atau tidak, etis atau tidak, dsb. Pertimbangan Super Ego ini berasal dari internalisasi nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku di masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat diperoleh seseorang dari orngtuanya, guru, dan masyarakat, melalui pendidikan (perintah atau larangan).
Super Ego terdiri atas dua macam penimbang, yaitu ego ideal dan kata hati (conscience). Ego ideal terbentuk dari respon pendidikan yang bersifat memberi pujian atau hadiah. Kata hati terbentuk akibat hukuman-hukuman dalam pendidikan. Ego ideal membentuk rasa bangga akan diri, dan kata hati akan membentuk rasa berdosa atau rasa bersalah.
Dengan demikian, Super Ego dalam trikotomi ini berfungsi untuk (1) merintangi dorongan id yang tidak diterima masyarakat, (2) membujuk id untuk mengalihkan tujuannya dari realitas kepada moralitas, dan (3) mengejar kesempurnaan ( Dahlan, 1985 dan Suryabrata, 1986).

D. Dinamika dan Perkembangan Kepribadian Manusia
Ketiga unsur kepribadian, id, ego, dan super ego diatas merupakan energi psikis yang menghasilkan keinginan, pengamatan, dan pikiran. Dalam berhubungan dengan dunia luar, dapat terjadi perubahan energi dari dan ke energi psikis. Pikiran ( energi psikis) dapat menimbulkan perbuatan ( energi otot). Suara (energi mekanik) dapat menimbulkan pemahaman (energi psikis) ( Hall, 1980).
Energi psikis ini menurut Freud (Hall & Lindzay, 1981) adalah suatu dorongan dari dalam yang ditimbulkan oleh instink. Instink psikologis disebut keinginan (wish),
Yang berkaitan dengan tubuh dinamai kebutuhan (need).
Freud membedakan instink atasdua macam: Eros dan Thanatos. Eros adalah instink kehidupan ( life instinct) yang bertujuan untuk mempertahankan kehidupan manusia dan melanjutkan keturunan. Energi yang mendorongnya disebut libido yang berbentuk instink seksual yang meliputi berbagai macam erotis. Sedangkan Thanatos atau instink kematian (death instinct) adalah instink yang destruktif atau merusak. Perkelahian dan agresi dalam rangka mempertahankan diri salah satu bentuk perwujudannya. Tapi Freud tidak menjelaskan, energi apa yang menggerakkannya. Hanya bermula dari pandangannya ; “ The goal of all life is death” (Hall & Lindzey, 1981). Sehingga orang mempunyai keinginan akan mati walaupun tidak disadarinya. Instink kematian ini kadang-kadang bersatu dengan instink kehidupan sehingga saling menetralkan.
Instink yang membentuk energi psikis ini masuk kedalam id sehingga mempengaruhi ego dan super ego. Ego dituntut untuk mengontrol id. Bila id lepas control dari ego dan super ego, seseorang mungkin melakukan sesuatu yang tidak penting dan atau bertantangan dengan nila dan norma masyarakat. Akibatnya timbullah kecemasan (anxiety). Bila kecemasan mencapai tingkat yang tinggi , ego akan berusaha mencari bentuk pertahanan yang menyimpang dan mempengaruhi psikis manusia.
Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang dinamika dan perkembangan kepribadian manusia pembahasan diatas belum terasa memadai. Psikoanalisis tidak hanya terbatas pada energi psikis diatas, tapi masih terdapat konsep-konsep penting dari teori yang dikembangkan Freud. Dibawah ini ada beberapa konsep penting dari Freud, yaitu :

1.Tingkat Kesadaran Manusia
Freud mengklarifikasikan kesadaran manusia atas tiga, yaitu : alam sadar (consciousness), ambang sadar (preconscious) dan alam tak sadar (unconscious).
Alam sadar adalah bagian dari kehidupan psikis individu yang sepenuhnya disadari. Kondisi kesadaran memungkinkan individu mengenal dirinya dan yang terjadi disekelilingnya. Ambang sadar merupakan kondisi antara sadar dan tidak sadar atau keadaan samara-samar. Kesan pada ambang sadar dapat ditangkap dan dimengerti tapi mudah sekali terlupakan. Ambang sadar berfungsi sebagai saringan untuk alam sadar.Sedangkan alam tak sadar merupakan segenap pengalaman yang terlupakan oleh individu.

Konsep Freud tentang kesadaran ini
diibaratkannya seperti gunung es.
Kesadaran jauh lebih kecil dari alam
ketaksadaran yang dimiliki
oleh individu, seperti gambar disebelah
Bongkahan salju yang tidak terlihat
Justru lebih besar dan lebih banyak
dari yang tampak





Konsep ini oleh pewaris Freud (Freudian) dikembangkan. Benassy (Bischoff, 1977) menambah adanya subconscious yaitu keadaan di bawah atau di luar kesadaran tetapi tidak tepat dianggap salah satu kategori di atas. Misalnya kondisi kesadaran ketika terbius, guna-guna atau koma.
Sementara oleh Jung, konsep ketaksadaran ini keperluasnya dengan mengembangkan adanya ketaksadaran personal dan ketaksadaran kolektif. Ketaksadaran personal merupakan pengalaman yang pernah disadari yang kemudian ditekan atau dilupakan seperti pengalaman yang menyakitkan dan memalukan. Sementara ketaksadaran kolektif bersifat pembawaan yang diturunkan atau diwarisi melalui arcetif dari nenek moyangnya. Inilah yang menyebabkan klen, suku, atau ras.
Temuan Freud tentang alam tak sadar ini merupakan pendobrakan akan konsep klasik sebelumnya yang memperhatikan alam kesadaran manusia semata. Oleh karena alam ketaksadaran dapat muncul sebagai implus yang menggunakan prinsip kepuasan , maka diharapkan alam ambang sadar dapat menyaringnya. Akan tetapi direvisi Freud kemudian dengan id,ego dan super ego.

2. Konsep tentang cinta
Instink seksual merupakan konsep penting dari teori Freud dan malah mempunyai pengaruh terhadap teorinya secara keseluruhan, terutama sekali dalam melakukan analisis terhadap perkembangan cinta dan daerah erotis manusia. Pengaruh tersebut dapat terlihat pada uraian tentang tingkat perkembangan cinta di bawah ini.
Cinta homoseksual adalah tahap dimana seseorang lebih mencintai jenisnya, karena manusia, menurut konsepsi Freud, pada dasarnya biseksual. Lelaki mempunyai karakteristik yang sama dengan wanita dan sebaliknya. Akan tetapi adakalanya ada laki-laki yang dominan di pihak lain wanita yang dominan. Oleh karena itu terdapat halangan untuk bekerjasama antar jenis. Hal ini mendorong timbulnya cinta homoseksual. Laki mencari teman akrab yang laki-laki pula, dan wanita begitu pula memilih obyek cintanya dari jenisnya pula.
Fase yang merupakan klimaks dari perkembangan cinta seseorang adalah cinta heteroseksual, yaitu cinta yang obyeknya diarahkan pada lawan jenis. Karena cinta heteroseksual sudah mengarah pada pemilihan patner hidup dengan segala pertimbangan yang berlaku pada masyarakatnya.


3. Urutan Perkembangan dan Daerah Erotis
Ide cemerlang ciptaan Freud adalah menyangkut daerah erotis, yaitu daerah yang menimbulkan perasaan sensual yang menyenangkan.Daerah erotis itu adalah bagian sebelah luar dari tubuh manusia, atau kulit luar bagian dalam.Perasaan kepuasan akan daerah erotis ini dapat ditimbulkan oleh pembawaan maupun karena perkembangan dan pengalamannya. Daerah erotis itu adalah : mulut (bibir),lubang anus atau dubur, dan alat vital.
Berdasarkan daerah erotis ini Freud mengembangkan teorinya tentang urutan perkembangan individu dan kepribadiannya. Urutan perkembangan (development sequence) dimaksudkan Freud adalah tahap-tahap perkembangan kepribadian dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Urutan perkembangan tersebut dibagi Freud sebagai berikut:
a.Tahap Oral
Tahap oral adalah tahap awal atau bayi. Pada tahap ini mulutmerupakan pusat aktivitasnya, karena itu mulut menjadi sumber kesenangan dan kepuasan erotis.Terbukti setiap yang ditemui bayi selalu dibawa ke mulutnya.
b.Tahap Anal
Bertambahnya usia dan bertambah pula pengalaman anak, ia segera memasuki tahap anal. Anak mulai mengetahui fungsinya anus ketika ia berak. Pengalaman berak tersebut dari hari kehari menempatkan anus sebagai pusat kesenangannya. Karena melalui dubur itu ketegangan sebelumnya hilang seketika. Disini perlakuan orangtua mulai berpengaruh.
c. Tahap Phallik
Setelah melampui tahap oral dan anal, anak segera memasuki tahap phallik (usia 3-5 th). Tahap ini ditandai dengan adanya dorongan yang merangsang berfungsinya alat kelamin. Anak suka mempermainkannya dan mencari kesenangan dengan alat itu. Di saat ini anak mulai mengenal perbedaan antara laki-laki dengan perempuan, sehingga anak laki-laki takut “ dikebiri” seperti anak perempuan, timbul Oedipus complex, dan anak laki-laki timbul penis envy, dan timbul electra complex.
d. Tahap Latent
Pada tahap ini timbul tantangan bahwa tidak mungkin mewujudkan Oedipus maupun electra complex, karena tidak mungkin memuaskan seksual dengan ibu, atau melayani ayah, dan disertai kematangan anak, maka timbul cathexis. Implus seksual ditekan dan bersifat tersembunyi. (latent).
e. Tahap genital
Tahap genital adalah perkembangan tertinggi dari individu. Anak mulai mengarahkan obyek kesenangannya tidak pada dirinya lagi, tetapi berorientasi keluar dirinya serta memerlukan adanya hubungan timbal balik (reciprocity). Obyeknya terarah pada intercourde dengan lawan jenis. Masa ini dialami anak setelah ia melampui masa pubertas.,

4. Mekanisme Pertahanan Ego ( ego defense mechanism)
Temuan yang penting lagi dari Freud adalah persoalan mekanisme pertahanan ego. Yaitu cara individu mempertahankan egonya dalam menghadapi tuntunan dunia luar yang tidak dapat dipenuhinya . Realitas kadang-kadang menghambat ego untuk mencapai kepuasan, sehingga ketegangan (tension) ditekan, tapi secara tidak sadar tension tersebut menjadi energi untuk menggerakan suatu perilaku dalam bentuk lain.
Dalam menggambarkan hal ini, Freud menggunakan istilah Cathexis dan anti cathexis . Cathexis merupakan tenaga pendorong (id) anti- cathexis tenaga penghalang (dipunyai ego atau Super Ego ).
Bentuk-bentuk mekanisme pertahanan ego ini adalah sebagai berikut:
a. Identifikasi, seseorang mereduksi ketegangan dengan cara bertingkah laku seperti orang lain atau obyek yang diakuinya. Anak mengidentifikasi orang tua karena menganggap orangtua “omnipotent”.
b. Represi, yaitu menekan kea lam tak sadar sesuatu yang mencemaskan atau mengganggunya.
c. Regresi, yaitu mekanisme pertahanan ego dengan cara kembali atau mundur ke tahap perkembangan sebelumnya.
d. Pembentukan reaksi (reaction formation), yaitu mekanisme pertahanan ego dengan cara mengganti perasaan tersebut dalam keadaan conscious dengan lawannya.
e. Fiksasi, yaitu reaksi pertahanan ego dimana individu menatap atau berada pada sesuatu fase perkembangan tertentu sebelum memasuki perkembangan berikutnya.
f. Proyeksi mekanisme pertahan ego dengan cara menempatkan dirinya pada orang lain.
g. Sublimasi, yaitu mengalihkan obyek atau tujuan kepada obyek lain atau obyek yang lebih tinggi, biasanya tak disadari.
h. Substitusi adalah sublimasi dalam keadaan sadar.

Selain dari bentuk-bentuk diatas oleh Suryabrata (1986) dinyatakan bahwa masih ada lagi bentuk-bentuk pertahanan ego, seperti isolasi ( menghindar atau memisahkan diri ), introyeksi( menyerap sifat-sifat khusus personal orang lain , Drever, 1952), justifikasi (dalam bentuk rasionalisasi, kausalisasi, dan transkulpasi).

5.Kepribadian Mantap dan Kecemasan
Membicarakan bentuk kepribadian yang mantap menurut pandangan psikoanalisa, terutama Freud, adalah penting sekali, akan tetapi sulit merumuskannya, karena Freud tidak menggambarkan bentuk kepribadian manusia yang mantap itu secara khusus. Freud memandang manusia dan kepribadiannya secara deterministik, yaitu mantap tidaknya kepribadian manusia ditentukan energi psikis (id, ego, super ego ), alam tak sadar, dorongan boilogis ( seksual) dan pengalaman-pengalaman yang dialaminya terutama pengalaman pada masa balita.
Sifat deterministik dari manusia tersebut sangat mempengaruhi mantap tidaknya kepribadian seseorang di masa sekarang, kualitas deterministik akan menentukan mudah tidaknya individu mengatasi ketegangan (tension) yang dialaminya. Deterministik yang mudah mengundang kecemasan justru akan membentuk kepribadian yang labil, atau tidak mantap.
Hall (1980) menyimpulkan kepribadian mantap menurut pandangan Freud adalah sebagai berikut :
Secara singkat dapat dikatakan, bahwa kepribadian yang mantap adalah kepribadian, dalam mana energi rohaniah telah menemukan cara-cara yang relatif permanen untuk memperluas dirinya dalam melakukan pekerjaan rohaniah. Sifat yang tepat dari pekerjaan ini ditentukan oleh sifat-sifat strukturil dan dinamis dari id, ego, dan super ego dan oleh tindakan-tindakan timbal balik antara mereka, dan oleh sejarah yang berkembang dari id, ego, dan super ego (hal.169)

Untuk tercapainya kondisi kepribadian yang mantap demikian , Hall (1980) mempersyaratkan :
a. Terhindarnya seseorang dari kecemasan yang diakibatkan oleh ketegangan. Kecemasan adalah suatu pengalaman perasaan yang menyakitkan yang ditimbulkan dari dalam diri.
Kecemasan ini ada tiga bentuk :
(1) Kecemasan tentang kenyataan, yaitu pengalaman perasaan sebagai akibat dari pengamatan atas bahaya dunia luar (ego).
(2) Kecemasan neurosis,yaitu akibat pengamatan akan bahaya dari sesuatu yang diperkirakan terjadi (id)
(3) Kecemasan moral, yaitu kecemasan yang ditimbulkan oleh perasaan bersalah sebagai akibat dari pertimbangan super ego.
b. Terpecahkan pertentangan antara id, ego, dan super ego.
c. Terdapatnya kematangan dan keseimbangan antara cathexis dan anti-cathexis sehingga tidak selalu tertekan saja, tetapi ditemukan obyek atau bentuk aktivitas baru yang tepat.
Dengan memperhatikan pandangan Freud diatas, maka beberapa bentuk kepribadian yang diwujudkan seseorang dalam bentuk perilakunya dapat dilakukan penafsiran melalui bagian-bagian khusus dari teori Freud.
Prilaku tidak wajar yang ditampilkan seseorang, baik ketidak wajaran dalam seks (perkosaan, homoseksual, lesbian, anal seks, onani, masturbasi, dsb) maupun ketidak wajaran di bidang lain, seperti penipuan, korupsi, sadis dan sejenisnya, serta bentuk kondisi psikis diluar batas normal seperti cemas, psikosa, dan neurosa dapat dicari diterminasi prilaku tersebut baik dari sudut daerah erotis dan tahap perkembangan kepribadian, dari sudut struktur kepribadian , atau dari pengalaman masa lalu.
Prilaku menyimpang yang tidak wajar, terutama dalam seksual, baik yang dilakukan kepada diri sendiri ( onani, masturbasi, dsb), yang diarahkan kepada lawan jenis ( perkosaan, anal seks) atau kepada jenis yang sama (homoseksual dan lesbian) dapat ditelusuri dari pengalaman individu dengan daerah erotis. Oleh karena pengenalan tentang daerah erotis sangat sensitif, trauma yang ditemui ketika berada pada tingkat perkembangan perkenalan kepuasan dari daerah erotis tersebut dapat menimbulkan penyimpangan. Ambilcontoh, orang mendapat sandungan dalam masa genital mungkin terdorong melakukan onani atau masturbasi sampai dewasa.
Ketidak wajaran dalam lapangan sosial, seperti pelanggaran terhadap norma dan nilai masyarakat (mencuri, atau melanggar hokum) maka yang lebih menonjol pada dirinya adalah id, yang orientasinya untuk kesenangan/kepuasan. Ego yang berlandaskan prinsip realitas serta super ego yang berusaha menuju kesempurnaan berada pada pihak yang kalah. Oleh karena itu dorongan id lebih leluasa.
Sedangkan masalah penyesuaian diri, dan kondisi psikis yang labil dapat ditelusuri dari cathexis dan anti-cathexis yang menimbulkan konflik serta mekanisme pertahan diri yang dilakukan.

E. Pengembangan oleh Freudian
Bila Bertans membagi periode perkembangan psikoanalisa atas tiga (semasa hidup Freud), maka periode itu dapat ditambah dengan periode ke-4 dengan pengembangan ( 1939-sekarang). Yang dilakukan oleh pengikut dan pelanjut Freud ( Freudian ).
Diantara pakar pengembang teori Freud ini adalah seperti Carl. G.Jung (1875-1961),Alfred adler (1870-1937), Karen Horney (1885-1952), Otto Rank ( 1884-1939), Erich Fromm (1900- ? ), Harry Stack Sullivan (1892-1949), Erik hamburger Erikson (1902- ).
Jung memperluas konsep Freud tentang alam tak sadar dengan mengemukakan adanya alam ketaksadaran personal dan kolektif seperti telah diuraikan diatas. Selain itu Jung mengemukakan pula persona sebagai pusat kepribadian yang berisi harapan masyarakat. Anima dan Animus ( feminism dan maskulin), sikap intraversi dan introversi. Jung juga mengembangkan tipe manusia, tipe berfikir (logika), perasa (nilai-nilai),pengecap( persepsi), dan intuitif (proyeksi kemungkinan).
Adler membenarkan pentingnya pengalaman pada masa balita, pengalaman yang tidak menyenangkan dapat menyebabkan timbulnya gaya hidup yang keliru. Konsep ia tentang gaya hidup merupakan inti teorinya disamping konsep inferioritas dan superioritas. Tapi Adler lebih mempercayai determinan social, bukan seksual seperti Freud.
Persoalan kecemasan yang menimbulkan neurosis mendapat pengembangan dari Horney dengan 10 kebutuhan neurotiknya. Horney memperluas determinan seksual Freud kepada teori social-psikologis. Ia juga mengembangkan tiga macam sikap dasar berdasarkan tahap perkembangan, yaitu : moving toward (helpless pada anak-anak), moving against (hostile pada remaja), dan away from (isolasi pada orang dewasa).
Otto Rank lebih menekankan trauma kelahiran.Berdasarkan konsepnya tentang keinginan ia mengembangkan tiga macam karakter manusia,
yaitu (1) orang rata ( menerima keinginan kelompok), (2) orang neurotik (menolak keinginan kelompok dan bergolak dengan keinginan sendiri), dan (3) orang kreatif (menciptakan standar nilai sendiri dan menerima dirinya ).
Bagi Fromm nilai masyarakat menjadi orientasi dasar. Disebabkan manusia mempunyai kesadaran diri, maka ia kembangkan 5 kebutuhan manusia, yaitu kebutuhan akan : (1) berhubungan, (2) Transedensi (kreatif dan unggul), (3) kemantapan (4)identitas ( terlepas dari dunia luar), dan (5) kerangka orientasi. Sejalan dengan kebutuhan ini ia juga mengembangkan adanya 5 tipe karakter manusia berdasarkan orentasi, yaitu (1) reseptif ( mencari dukungan), (2) eksploratif (memanipulasi), (3) menimbun (memiliki), (4) pasar (keuntungan ), dan (5) produktif (kreatif).
Sistem diri dan proses terbentuknya ego merupakan sumbangan Sullivan yang berharga terhadap psikoanalisa. Sistem ini terbentuk sebagai reaksi melawan kecemasan yang diperoleh melalui hubungan interpersonal. Sementara pembentukan ego dianggapnya melalui tiga corak : (1) protaksis (tahunpertama kehidupan dan tidak ada pemisahan waktu dan tempat), (2) parataksis (pengalaman yang terpencar-pencar ketika balita) dan sintaksis (semakin kurangnya distorsi usia dewasa).
Sedangkan Erikson dengan identitas ego-nya sebagai persepsi atas diri sendiri dan anggapan orang lain, mengembangkan prinsip polaritas Freud ke dalam 8 tingkatan perkembangan, yaitu (1) percaya-tidak percaya, 1 th, (2) autonomi- ragu, 1-3 th, (3) inisiatif- salah, 4-5 th. (4) industri- inferioritas, 6-11 th. (5) identitas diri- kekacauan peran, 12-20 th (6) intim- akrab , usia dewasa, (7) keberhasilan –stagnasi, pertengahan dewasa, dan (8) integritas-keputusasaan, dewasa akhir.

F. Penerapan Psikoanalisa Dalam Terapi
Gangguan psikis, dipandang dari psikoanalisa, disebabkan oleh : (1) pengalaman masa lalu, terutama masa kanak-kanak, (2) dorongan ketaksadaran, dan (3) rasa cemas. Ketiga hal ini mempengaruhi struktur kepribadian seseorang. Oleh karena itu, terapi psikoanalisa pada hakekatnya bertujuan untuk merekonstruksi struktur kepribadian individu sehingga tercipta keseimbangan antara id, ego, dan super ego. Pengalaman traumatik masa lalu yang terpendam pada alam tak sadar dapat dimunculkan ke dalam alam sadar sehingga tidak menimbulkan kecemasan. Karena super ego dapat menjalankan fungsinya.
Konsep ini pada hakekatnya berasal dari pandangan Freud tentang symptom neurotik yang diakibatkankarena adanya ketegangan yang tidak tersalurkan yang berkaitan dengan memori masa lalu. Untuk itu memori masa lalu , terutama masa kecil, perlu dan menduiduki tempat penting dalam pendekatan ini.
Pada psikoanalisa klasik, terapi dilakukan dimana klien bersandar pada bangku atau berbaring pada balai-balai dan analist (istilah yang biasa digunakan psikoanalisa untuk ganti terapist, atau konselor) berada di sampingnya. Agar klien dapat mengungkap seluruh pengalamannya, analist menggunakan hipnotis. Tapi cara ini telah ditinggalkan Freud sendiri dan menggantinya dengan asosiasi bebas. Klien diajak menceritakan tentang pikiran, perasaaan, persepsi, atau pengalamannya di masa kecil, walau terkadang tidak relevan, tidak tepat, atau tidak logis dengan masalahnya sekarang.
Dalam pendekatan ini.klien lebih banyak melibatkan diri untuk bercerita dan mengungkapkan segenap yang terlintas dalam pikirannya kepada analist, termasuk menceritakan mimpi-mimpi yang dialaminya. Sementara analist lebih cenderung pasif, atau membiarkan diri anonim, Istilah Corey (1988). Hal ini dilakukan tentu setelah terbinanya hubungan dan klien ada kemauan untuk sembuh. Tugas dari analist bukan hanya mendengar saja, akan tetapi menafsirkan ungkapan klien, memperhatikan isyarat-isyarat khusus atau penolakan klien, memperhatikan kesenjangan atau ketidakcocokan dalam keseluruhan cerita klien, membandingkan dan menganalisis kepribadian klien dengan teori, dan menyampaikan tafsiran atau kesimpulan analisis tentang cerita klien pada waktu yang tepat.
Bila penafsiran tersebut diterima klien, cerita dilanjutkan lagi, dan mungkin klien bagi analist mengajak klien menceritakan mimpi-mimpinya, dan analist menafsirkan symbol konflik dan mimpi tersebut. Begitulah seterusnya, hingga terbentuk transferensi positif klien pada analist. Bila penilaian analist transferensi tersebut telah terbina, konseling dapat dihentikan karena klien akan datang kembali.
Dengan cara demikian, pengalaman klien yang semula tidak disadarinya dapat dimunculkan ke alam sadarnya dan pada gilirannya memfungsikan id, ego, dan super ego secara serasi dan seimbang.
Untuk itu, analist dalam psikoanalisa paling kurang mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut :
a. Menciptakan iklim yang mendorong klien dapat mengungkapkan dirinya kepada analist secara bebas.
b. Menafsirkan pengalaman masa lalu dan mimpi-mimpinya sehingga klien dapat menangkap makna dan kaitannya dengan kehidupan sekarang.
c. Membantu klien dalam mengatasi penolakan dirinya pada aspek tertentu.
d. Menumbuhkan kemandirian klien secara berangsur-angsur dengan memberikan dukungan terapeutik kepada klien.
e. Mendorong tumbuh dan terciptanya transferensi positif klien terhadap konselor melalui komunikasi yang tepat dengan mempelajari respons klien.
Sementara kepada klien dituntut oleh Belkin (19750 untuk berperan atau menempatkan dirinya sebagai berikut :
a. Klien seyogyanya untuk mengungkapkan seluruh pikiran dan perasaan dalam proses konseling tanpa menyembunyikannya kepada analist.
b. Klien seyogyanya untuk tidak kuatir apalagi takut mendapat malu, penghinaan, gaduh, atau hilangnya kesempatan klien akibat ungkapannya kepada analist.
c. Klien seyogyanya berusaha mewujudkan keputusan di luar konseling.

G. Teknik dan Proses Terapi
Psikoanalisa menggunakan berbagai teknik dalam terapinya. Di antara teknik yang digunakan itu sebagaimana diungkapkan Nelson-Jones (1982), Corey (1988), Shertzer & Stone (1980) adalah teknik :
1. Asosiasi Bebas (Free Asosiation)
2. Penafsiran (Interpretation)
3. Analisis Mimpi (Dream Analysis)
4. Analisis Penolakan (Analysis of Resistance)
5. Transferensi (Transference)

1.Asosiasi Bebas
Asosiasi bebas adalah pemanggilan kembali pengalaman masa lampau yang berkaitan dengan situasi traumatik dengan cara memberikan kepada klien untuk mengungkapkan secara bebas apa yang dipikirkan atau dirasakannya. Cara ini sering juga disebut dengan katarsis.
Asosiasi bebas dilandasi oleh assumsi, bahwa dengan memberikan kesempatan yang luas bagi klien untuk memilih dan membicarakan tentang pengalaman masa lampaunya akan memungkinkan terungkapnya peristiwa penting yang sudah tersimpan beku dalam alam ketaksadarannya.
Selama asosiasi bebas berlangsung, analist mendengarnya penuh perhatian atau mendengar dengan” telinga ketiga” sehingga analist dapat menangkap makna dari cerita klien tersebut, yang kemudian dianalisis dan ditafsirkan dan pada gilirannya disampaikan kepada klien. Pernyatan yang bisa digunakan untuk tercitanya asosiasi bebas ini misalnya: Apakah yang kamu pikirkan sekarang ? Apakah pengalaman yang paling berkesan selama hidup Anda ? Peristiwa tragis apa yang pernah kamu alami selama hidup ini ? Pernahkah Anda terkesan amat bahagia dalam hidup ini ?. Bila klien menjawab ada, analis dapat meminta klien “coba ceritakan!”


2. Penafsiran
Penafsiran adalah usaha memberi makna dari suatu perilaku atau ungkapan klien sehingga yang semula tidak disadarinya dapat muncul sebagai bagian dari kesadaran. Asumsi penafsiran ialah, bahwa penafsiran yang jitu dan tepat waktu dapat menimbulkan insight yang mampu menumbuhkan wawasan baru klien. Untuk itu, penafsiran hendaknya: (1) diberikan segera setelah klien membicarakan hal tersebut sehingga mudah disadarinya, (2) tidak dipaksakan , dan (3) diperkirakan terjangkau oleh pemahaman klien.

3. Analisis Mimpi
Analisis mimpi adalah usaha menyingkap makna atau sombol-simbol yang terdapat konflik yang dialami klien. Ini didasari oleh assumsi, bahwa kebutuhan, hasrat, dan kecemasan klien terefleksi dalam simbol-simbol mimpi, karena itu, “ mimpi adalah jalan utama untuk memasuki alam tak sadar” klien.
Analisis mimpi ada dua bentuk : analisis isi mimpi yang bersifat manifestasi dan latent. Analisis isi mimpi yang termanifestasikan adalah analisis terhadap motif yang terungkap jelas dan disadari. Sedangkan yang latent adalah analisis terhadap isi mimpi yang mengandung hasrat, kebutuhan dan kecemasan yang samar-samar dan biasanya dikendalikan oleh alam tak sadar. Oleh karena itu, isi mimpi yang latent hendaknya dapat diungkap menjadi yang termanifestasikan.

4. Analisis dan Penafsiran Penolakan
Didasari, bahwa pada asosiasi bebas tidak semua masalah terungkap. Adakalanya disebabkan oleh kekhuatiran klien akan akibat pengungkapan tersebut sehingga egonya menekan dan melakukan tindakan defensif. Karena itu penolakan ini dapat merintangi proses konseling, maka analist perlu menggunakan teknik ini.
Bentuk penolakan bisa terjadi dalam bentuk : (1) klien tidak mengungkap secara utuh, (2) menolak terciptanya transferensi, (3) dorongan id mencari kesenangan dan menghindari ungkapan yang tidak menyenangkan , dan (4) adanya rasa bersalah atau malu dari super ego. Untuk itu analist perlu melakukan analisis terhadap bentuk-bentuk penolakan tersebut, dan dituntut mengemukakannya kepada klien, terutama sekali penolakan yang ketara.

5.Transferensi
Transferensi adalah perasaan, pikiran, atau sikap klien pada masa lalu yang dihidupkan kembali pada proses konseling, sehingga tokoh yang memainkan peranan pada masa lalu tersebut dialihkan kepada analist. Transferensi dapat berbentuk positif atau negative (sayang atau benci)
Dengan adanya pengalihan tokoh masa lalu kepada analist akan memungkinkan distorsi kehidupan masa lalu diselesaikan, karena klien dapat bereaksi kepada analist sebagaimana reaksinya masa lalu, dan pada gilirannya konflik dan penyebabnya dapat diselesaikan pada masa sekarang.
Kelima teknik yang dikemukakan diatas, tercangkup pada keseluruhan proses konseling. Gilliland et al.(1984) dan Arlow dalam Corsini Ed. (1984) menggambarkan proses konseling psikoanalisa berlangsung 4 tahap, yaitu:
1. Tahap pembukaan
2. Mengembangkan Transferensi
3. Penanganan
4. Pemecahan Transferensi
1. Tahap Pembukaan
Tahap pembukaan adalah tahap awal dari konseling. Tahap ini terdiri atas dua bagian. Pada bagian pertama disebut analisis situasi, dimana klien-analisist telibat pembicaraan awal yang menyangkut kontrak. Analist mempelajari kesulitan klien dengan meminta klien menceritakan kondisi dan latar belakang kehidupannya, terutama kesulitan yang dihadapinya sekarang. Kemudian klien-analist membicarakan kontrak konseling dengan menjelaskan tugas masing-masing, serta termasuk negosiasi tentang imbalan jasa, lamanya proses tiap konseling, serta frekuensi dan jadwal pertemuan.
Setelah bagian pertama selesai, klien diminta untuk melanjutkan pembicaraan tentang kesulitan atau keluhan yang dialaminya sekarang. Analist berusaha menangkap thema pokok klien yang sebenarnya, terutama unsur-unsur unconscious klien. Untuk itu, dengan teknik asosiasi bebas klien diajak untuk menceritakan pengalaman masa lalunya. Analist memberikan tafsiran dan menyampaikannya kepada klien.
2. Tahap Mengembangkan Transferensi
Tahap ini merupakan tahap penilaian terhadap hubungan yang telah terbina. Perasaan,persepsi, dan respons klien terhadap analist dinilai.Hasilnya ditunjukan kepada klien,bahwa pengalaman masa lalu terlihat pengaruhnya pada masa sekarang dengan memberi contoh atas tranferensi yang telah dilakukan klien. Sehingga klien dapat membedakan antara fantasi dengan realitas. Tapi analist dituntut waspada terjadinya contra -transferenesi , yaitu justru analist yang melakukan transferensi kepada klien.
Analisis dan pengembangan transferensi ini dapat dilakukan dalam berbagai kesempatan dan dengan cara berbeda. Sehingga pengalaman masa lalu yang tak disadari dapat diketahui pengaruhnya muncul sebagai bagian dari kesadaran klien.
3. Tahap Penanganan
Tahap inimerupakan lanjutan dari tahap sebelumnya. Analist mungkin saja melakukan analisis transferensi kembali, namun analisis transferensi diarahkan kepada masalah yang dekat atau inti dari kondisi klien sekarang. Sehingga dapat melahirkan pemahaman klien atas konflik yang dihadapinya.

H. Kemungkinan dan Tantangan Penerapan Psikoanalisa
Setelah mempelajari psikoanalisa, persoalan sekarang muncul,yaitu mungkinkah psikoanalisa diterapkan ? Jawabnya tak bisa dikotomi” ya” atau “ tidak”, karena disamping ada keunggulan dan kemungkinan penerapannya, juga terdapat tantangannya.
Tantangan penerapan psikoanalisa berpangkal pada pandangannya yang deterministik, bahwa kondisi individu sekarang dipengaruhi atau merupakan pengulangan masa lalunya. Sehingga factor kekinian dan kedisinian (here and now) tidak menjadi pertimbangan dari psikoanalisa. Hal ini penting, karena pengalaman manusia yang diperolehnya sepanjang hayat dapat mempengaruhi kepribadiannya.
Dipihak lain, penerapan psikoanalisa selain membutuhkan keterampilan prima dari analist, juga membutuhkan waktu yang lama sehingga tidak menguntungkan bagi klien dan kehidupan dewasa ini yang tengah berpacu dengan waktu. Apalagi bila hal ini dibawa ke sekolah. Konseling psikoanalisa yang biasanya memakan waktu bertahun-tahun akan terasa kurang efisien pada sekolah yang pada umumnya mempunyai waktu terbatas.
Namun disadari pula, terapi psikoanalisa mempunyai teknik yang cocok dengan teori kepribadiannya, serta efektif dalam mencapai tujuannya (Shertzer & Stone, 1980). Dan Franz Alexander (1965) berkomentar, bahwa psikoanalisa mampu mengatasi : (1) Keengganan klien mengungkapkan dirinya kepada analist karena tertanamnya hasrat untuk sembuh dari klien,(2) ketidakmampuan mengungkapkan diri diatasi dengan teknik asosiasi bebas, (3) ketidakpahaman analist akan klien dapat dikurangi besarnya kesempatan menganalisisnya, dan (4) perbedaan (gap) klien-analist dapat dikurangi dengan adanya proses yang lama.
Dengan demikian, penerapan terapi psikoanalisa untuk sekolah (konseling) dapat dilakukan dengan berusaha menekan dan meminimalkan kelemahannya. Artinya, adaptasi psikoanalisa oleh konselor yang kreatif akan memungkinkan penerapan teknik psikoanalisa ini di sekolah, terutama sekali bila konselor memandang determinasi pengalaman masa lalu kliennya sangat menonjol pada klien yang dihadapinya.

I. Pertanyaan dan Tugas
Berikut ini ada pertanyaan tentang uraian di atas yang perlu anda selesaikan setelah anda membaca materi ini.Diantaranya:
1. Kondisi apa yang menyebabkan Freud merasa perlu mengembangkan asosiasi bebas (free association) ?
2. Bagaimana mekanisme id, ego, dan super ego dalam membentuk kepribadian individu, serta apa fungsi super ego di tengah-tengah trikhotomi Freud tersebut ?
3. Coba dirumuskan sekitar 40 kata tentang kepribadian yang mantap menurut Freud?
4. Apa tujuan terapi psikoanalisa ? Apa peranan analist dan klien ?
5. Teori Freud pada pokoknya mempunyai 5 prinsip. Salah satu dari prinsip itu (prinsip realitas) telah ada contoh yang eksplisit. Sekarang anda diminta untuk membuat contoh-contoh masing-masing prinsip tersebut, dua contoh untuk masing-masingnya !
6. Ada beberapa bentuk mekanisme pertahanan ego manusia. Salah satu bentuk mekanisme (identifikasi) telah ada contohnya. Anda diminta untuk membuat contoh eksplisit tentang mekanisme yang lainnya,masing-masing 2 contoh !
7. Dalam materi dipergunakan berbagai istilah ( tunggal atau majemuk). Anda diminta menyusun paling kurang 40 buah istilah yang dipergunakan pada bacaan di atas , secara alpabetis, dan uraikan maksud atau artinya baik berdasarkan materi ini atau berdasarkan buku lain (kamus) !





Daftar Bacaan
Alexander, Franz.1965. Azas-azas Pichoanalisa. Terj. Saini Karnamisastra . Bandung :
CV Komara.
Arlow, Jacob A. 1984.“ Psychoanalyis” in Corsini Ed. Current Psychoterapies. Itasca :
Peacock Publishers, Inc.
Beikin, Gary S. 1975. Practical Counseling in the Schools. Duburgue: William C. Brown.
Bertens,k. 1979. Memperkenalkan Psikoanalisa. Jakarta : Gramedia.
Bischof, L. J. 1970. Interpreting Personality Theories. 2Ed.Singapura : Time printers.
Corey. Gerald. 1988. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Terj. E.Koswara.
Bandung:Eresco.
Dahlan, M. D.1985. Beberapa Pendekatan dalam Penyuluhan (Konseling). Bandung: CV. Diponegoro.
Gilliland, Burl E.1984. Theories and Strategies in Counseling and Psychoterapy.
Englewood Cliffs : Printice- Hall , Inc.
Hall,Calvin S. Sigmund Freud: Suatu Pengantar ke dalam Ilmu Jiwa Sigmund Freud.
Terj.Tasrif. Jakarta : PT Pembangunan.
Hall, Calvin S. & Lindzey, Gardner.1981. Theories of Personality. 3Ed. New York: Johan Wiley & Sons.
Nelson-Jones, Richard. 1982. The Theory and Practice of Counseling Psychology.
London : Holt Renehart and Winston.
Peck & Whitlow, David.1975. Approaches to Personality Theory. Bungay: Methuen
& Co. Ltd.
Pervin,Lawrence A. 1980. Personality : Theory Assessment and Reseach. New York :
John Wiley & Sons, Inc.
Shertzer, Bruce & Stone, Shelly C. 1980. Fundamental of Counseling.3Ed. Boston:
Houghton Mifflin Company.
Suryabrata, Sumadi. 1986. Psikologi Kepribadian. Jakarta : CV. Rajawali.

Rabu, 26 Mei 2010

KONSELING ANALISIS TRANSAKSIONAL

KONSELING ANALISIS TRANSAKSIONAL

A. TOKOH PENGEMBANG

ERIC BERNE (1910-1970) kelahiran Montreal, Canada, adalah pelopor Analisis Transaksional (AT). Dia mulai mengembangkan AT ini sebagai terapi, bermula ketika dia bertugas dalam Dinas Militer Amerika Serikat diminta membuka program terapi kelompok bagi para serdadu yang mendapat gangguan emosional sebagai akibat Perang Dunia ke-2.

Berne, pada mulanya seorang pengikut Freud dan melakukan praktik Psikoanalisis dalam terapi. Sebab, saat itu psikoanalisis tengah mendapat perhatian yang luar biasa. Bahkan Berne sendiri pernah mendapat kuliah psikoanlisis di Yale Psychiatric Clinic (1936-1938) dan New York Psichoanalitical Institute (1941-1943).

Setelah Berne berhenti bekerja pada Dinas Militer itu, dia mulai melakukan eksperimen yang sungguh-sungguh. Akhirnya pada pertengahan tahun 50-an baru dia memperkenalkan teorinya, Analisis Transaksional. Diluar dugaan, teori ini mendapat sambutan baik dari kalangan ahli terapi kelompok, dalam pertemuan Regional Perhimpunan Terapi Kelompok Amerika di Los Angeles tahun 1957 teori ini diangkat sebagai salah satu tema yang dibahas. Tentu saja AT mulai mengundang ingin tahu banyak orang, dan setelah menerapkannya banyak orang berdecak-kagum atas hasilnya, sehinga dalam waktu singkat AT dapat diterima sebagai salah satu model dalam kasanah konseling.

Oleh Jhon Dusay & K. Dusay dalam Current Psychotherapies (Corsini. Ed. 1984) membagi fase perkembangan AT; Pertama, adalah awal dari perkembangan AT (1956-1962), ditandai masa dimana Berne menjajaki dan menemukan Ego State sebagai suatu sistem berfikir, berperasaan, dan bertingkah laku. Fase kedua (1962-1966) adalah masa perhatian Berne tertuju kepada Transaksi, dimana Ego State orang menjadi stimulus bagi Ego State orang lain dalam berkomunikasi. Dia mulai mengembangkan teorinya dalam rangka transakasi antar ego state sebagai suatu bentuk terapi.

Sejak kematian Berne, 1970, pengikutnya selalu berupaya mengembangkan AT ini. AT yang pada mulanya dipergunakan Berne untuk terapi kelompok, sekarang telah meluas pula untuk terapi Individual. Pengikut Berne juga berhasil mendirikan perhimpunan Analisis Transaksional Internasional yang bernama ITAA (International Transaktional Analysis Association), anggotanya tersebar luas baik di Amerika Serikat maupun di Amerika Selatan, Eropa, India atau Jepang. Melalui jurnal AT, yang diterbitkan sejak tahun 1971, telah memberikan hadiah atau penghargaan kepada orang-orang yang berjasa mengembangkan AT ini. Diantara orang yang mendapat penghargaan atas jasanya dalam mengembangkan AT adalah Claude Stainer yang mengembangakan Skript Matrix, Stephen Karpman dalam Drama Triangle, Jhon Dusay dalam Egogram, serta Taibi Kahler dalam Miniscript.

B. KONDISI YANG MELATAR BELAKANGI LAHIRNYA AT

Sebelum Berne menggelar AT sebagai model terapi, telah terkondisi beberapa hal yang mendorong kelahiran AT Kondisi tersebut berbentuk penemuan-penemuan tentang apa yang akhirnya menjadi landaasan teori Berne. seperti ego state, games dan transaksi serta skript (script).

Orang yang pertama yang mempercayai, bahwa adanya perbedaaan ego manusia adalah Wilder Penfield. dan menyatakan bahwa status ego secara utuh menyimpan reaksi yang permanen.
Games dan Transaksional dikembangkan oleh Berne bersamaan dengan gencarnya usaha penerapan teori komunikasi terhadap isu psikologi yang dipelopori oleh George Bateson & Jurgen Kuesch. Teori Berne tentang Skript banyak diilhami oleh Joseph Campbell, seorang ahli mitologi yang mengatakan bahwa manusia mengikuti bentuk-bentuk mitologi yang diperolehnya. Sedangkan sebelumnya Jung juga pernah mengunakan istilah persona. Skript yang digunakan oleh Berne ini mirip dengnan persona dari Jung ini.

Semua kondisi ini bukanlah berarti mengecilkan penemuan Berne, tapi merupakan cikal bakal saja yang wujudnya lahir di tangan Berne. Penemuan yang terpisah kemudian dapat dirangkai Berne dalam suatu teori adalah jauh lebih besar dan lebih berarti dari segalanya. Di tangan Bernelah, praktik AT ini pertama lahir dan membuahkan hasil yang menarik perhatian banyak orang, sehingga mengakui AT ini sebagai suatu model konseling.

C. PANDANGAN AT TERHADAP MANUSIA

Manusia menurut AT selalu berubah dan bebas untuk menentukan pilihanya. Persoalan: Kenapa manusia berubah ? Menurut Thomas A. Harris, MD ada tiga perkara. Pertama, bahwa manusia (klien) adalah orang yang “telah cukup lama menderita”, karena itu mereka ingin bahagia dan mereka berusaha melakukan perubahan.

Faktor kedua, adanya kebosanan, kejenuhan atau putus asa.. Manusia tidak tidak puas dengan kehidupan yang monoton, kendatipun tidak menderita bahkan berkecukupan. Keadaan yang monoton akan melahirkan perasaan jenuh atau bosan, karena itu individu terdorong dan berupaya untuk melakukan perubahan.

Faktor ketiga, manusia bisa berubah karena adanya penemuan tiba-tiba. Ini merupakan hasil AT yang dapat diamati. Banyak orang yang pada mulanya tak-mau atau tak-tahu dengan perubahan, tapi dengan adanya informasi, cerita, atau pengetahuan baru yang membuka cakrawala barunya, timbullah semangatnya untuk menyelidiki terus dan berupaya melakukan perubahan.

AT punya pandangan yang optimis atas manusia. Manusia dapat berubah asal dia mau. Perubahan manusia itu adalah persoalan di sini dan sekarang (here and now). Berbeda dengan Psikoanalisis, yang cenderung deterministik, di mana sesuatu yang terjadi pada manusia sekarang di mengerti dari masa lalunya. Bagi AT, manusia sekarang punya kehendak, karena itu perilaku manusia sekarang adalah persoalan sekarang dan di sini. Kendatipun ada hubungannya dengan masa lalu, tapi bukan seluruhnya perilaku hari ini ditentukan oleh pengalaman masa lalunya.

Harris berkata, bahwa kita harus menjawab masalah ini bukan dengan menolak hubungan sebab akibat antara alam yak sadar dengan perilaku manusia, melainkan dengan mencari sebab itu, Sebab seseuatu perbuatan, justru berada pada masa sekarang bukan di masa lalu seseorang.

D. TEORI AT TENTANG KEPRIBADIAN MANUSIA

Memahami konsep pokok AT tentang kepribadian manusia tersimpul dalam istilah yang digunakan dalam teori ini. Yaitu Ego State, Transaksional, Games, Stroke, Egogram, dan Skript .

1. Ego State (Keadaan Ego)

Ketika Berne menghadapi klien, ia menemukan bahwa kliennya kadang-kadang berfikir, berperasaan dan berperilaku seperti anak-anak, tapi di lain kesempatan terlihat seperti orang tua atau orang dewasa. Berdasarkan pengalamanya dengan klien itu, Berne berkesimpulan bahwa manusia memiliki berbagai bentuk kondisi ego, atau disebutnya dengan ego state. Status ego manusia itu ada tiga macam : Orang tua (Parent), Dewasa (Adult) dan Anak-anak (Child).


Orang tua (Parent = Exteropsyche)

Dewasa (Adult = Neopsyche)

Anak-anak (Child = Archaeopsyche)

Kondisi ego orang tua (O) atau aslinya disebut oleh Berne dengan Exteropsyche adalah prototype yang ditampilkan seseorang seperti layaknya bokap atau nyokap Yakni penampilan yang terikat kepada sistem nilai, moral dan serangkaian kepercayaan. Bentuk nyatanya berupa pengontrolan, membimbing, membantu mengarahkan, menasehati, menuntun atau dapat pula mengecam, mengkritik, mengumando, melarang, mencegah atau memerintah dsb. Kata-kata yang sering digunakan oleh status ego O ini adalah, Jangan………… seharusnya…………. tidak baik…………. bagus…………..…. semestinya …………..….hendaknya.

Keadaan ego Dewasa (D) adalah reaksi yang bersifat realistis dan logis. Status ego ini sering disebut komplek Karena bertindak dan mengambil keputusan berdasarkan hasil pemerosesan informasi dari data dan fakta lapangan. Karena itu, Berne menyebut status ego ini dengan Neopsyche. Kata-kata yang sering dipergunakan adalah benar, salah, praktis, dsb.

Keadaan ego Anak-anak (A) atau archaeopsyche, merupakan keadaaan dan reaksi emosi yang kadang-kadang adaptif, intuitif, kreatif, dan emosional, tetapi kadang-kadang juga bertindak lepas, ingin terbebas dari pengaruh orang lain.. Kata-kata yang ssering digunakan dapat berupa “Wah !”, Tidak mau…………..Tidak bisa……..dsb.

Ketiga status ego dari Berne ini mempunyai perbedaaan nyatadengan konsep Freud mengenai Id, Ego dan Super Ego. Keunggulan konsep Berne mengenai status ego ini, karena ketiga macam status ini dapat diamati secara nyata, ketimbang konsep Freud yang abstrak.

Menurut Berne, ketiga macam statu ego ini, O, D, A, dapat dilihat secara terpisah pada setiap orang. Artinya, dalam keadaan atau waktu yang berbeda orang dapat menampilkan status ego yang berbeda pula. Orang normal (sehat) adalah orang yang dapat melahirkan status ego yang sesuai dengan keadaan lingkungannya.

Berne melukiskan adanya tiga macam bentuk ego yang berada dalam diri seseorang. Normal, Kontaminasi (Campuran) dan Eksklusi. Normal adalah bersifat terpisah, Kontaminasi adalah dua atau lebih status ego tercampur seperti tercampurnya status ego O dengan A. Sedangkan eksklusi yaitu salah satu ego yang menguasai seseorang dalam waktu yang lama sehingga menyingkirkan dua ego lainnya.









Struktur Kontaminasi Eksklusi Kepribadian Normal ( Delusion ) (Fixation)

2. Transaksi

Transaksi merupakan inti dari konsep AT. Istilah transaksi sebenarnya adalah istilah yang sering dipergunakan dalam lapangan komunikasi. Sesuai dengan teori ini, transaksi diatikan sebagai hubungan stimulus respons atau dua ego state. Transaksi akan terjadi bila seseorang (A) memberikan rangsangan (stimulus) kepada orang lain (B), B memberi respons dan pada gilirannya respons B itu menjadi stimulus bagi A dan begitu seterusnya.

Menurut Berne, transaksi itu terjalin antar ego state. Kalau dua orang beraada pada suatu ruanngan, berarti pertemuannya 6 ego state. Dari sudut Ego state ini, Berne mengemukakan adanya 3 macam, yaitu transaksi yang bersifat Komplementer, Crossed (Silang) dan Ulterior (tersamar atau semu).

Transaksi Komplementer adalah transaksi antar dua ego state yang sama, seperti O dengan O, D dengan D, atau A dengan A Transaksi O-O lihatlah orang yang tengah bertengkar. Contoh D-D seperti seminar. Contoh A-A orang lagi pacaran.

Transaksi silang merupakan transaksi antar dua ego state yang berbeda. Ada tiga bentuk dengan contohnya: O–D (ujian skripsi), O–A (guru di kelas) D–A (dokter-pasien) .

Transaksi tersamar atau semu adalah transaksi antar dua ego namun diikuti terjadinya transaksi dua ego lain yang tidak kelihatan atau tertutup, namun dirasakan oleh orang yang melakukannya. Transaksi yang tak kelihatan itu mengandung kesan psikologis. Tapi transaksi itu

Bentuk ketiga transaksi tersebut adalah :










Komplementer Silang Tersamar


Dari ketiga macam transaksi tersebut diatas, maka transaksi yang baik adalah Transaksi antara ego state Dewasa dengan Dewasa, karena lebih bersifat realitis dan logis.

3. Permainan (Games)

Komunikasi antara dua manusia sebenarnya bagaikan sebuat permainan (games), ada yang kalah (korban) dan ada pula yang menang (penindas). Orang yang kalah atau menang dapat silih berganti. Kalau yang kalah berhasil mencari penyelamatan, dia akan bergerak menjadi penindas dan mengeser lawannya jadi korban, dan begitulah seterusnya..

Orang menjadi pemenang akan merasa puas. Penindas diinndikasikan bilamana ia berhasil menggunakan egostate O. Namun bila lawannya berhasil mencari penyelamatan dan kemudian menggunakan egostate O terhadapnya ia akan merasa terhina. Sehingga oleh Compos disebut Orang yang menang disebut pendulang kopon emas, dan yang kalah disebut pengumpul kopon cokelat.

Oleh karena itu perilaku seseorang dapat berubah dalam setiap transaksi dengan orang lain. Kadang-kadang dia bersifat penindas, dan kadang-kadang sebagai korban. Perubahan bentuk peranan ini dapat digambarkan dalam drama segi tiga (threangle) di bawah.

Penindas Penyelamat






Korban


4. Stroke (Dorongan atau Perhatian )

Interaksi antar manusia membutuhkan atroke atau berupa dorongan atau perhatian agar tercipta perubahan. Stroke ini dapat dibedakan atas stroke negatif dan positif, stroke bersyarat dan tanpa syarat.

Stroke positif adalah stroke yang mengakibatkan seseorang merasa dihargai dan diperhatikan sehinga menimbulkan motivasi yang kuat baginya untuk melakukan perubahan. Stroke negatif adalah yang mengakibatkan seseorang merasa kecewa atau penyesalan. "Saya tidak jadi berimu hadiah, karena kamu telat" Stroke bersyarat adalah dorongan atau perhatian yang diberikan bila dia berhasil melakukan suatu prasyaratnya terlebih dahulu. “Kamu akan saya sayangi bila kamu patuh”. Sedangkan stroke tanpa syarat seperti “ Ibu menyayangimu nak“

5. Skript (Script)

Istilah skript bagi Berne dipergunakan untuk menunjukan pola kehidupan yang dapat berwujud cara bertingkah laku yang diyakini, sebagai cara, nasib, atau modus bagi dirinya. Tidak jarang pula skript boleh menjadi batas atau standar sukses yang ditanamkan orang tuanya. Skript ini bisa mempengaruhi interksi seseorang dengan orang lain. Kendatipun hal ini tidak disadarinya. Skript ini bisa mempengaruhi sehat tidaknya (OK tidak OK) seseorang dalam memandang diri dan lingkungannya.

Skript ini menurut AT dapat dirubah dengan memahami kembali atau mendefinisikannya kembali melalui interaksi seseorang dengan terapist.

6. Egogram ( Takaran Energi Ego )

Istilah Egogram dikembangkan oleh Dusay yang dipakai untuk menunjukan fungsi dan besarnya kekuatan energi yang terdapat pada masing-masing ego state, terutama yang berhubungan dengan aspek emosional. Kendatipun Berne membagi ego state atas O, D dan A, Dusay membagi Egogram manusia atas 5 macam yang dikembangkan dari Ego state tersebut.

Status Ego Egogram
Parent : Orang tua (O) Critical Parent : Kritikan O (KO)
Nurturing Parent : Pemeliharaan O (PO)
Adult : Dewasa (D) Adult : (D)
Child : Anak-anak (A) Free Child : Kebebasan Anak (KA)
Adapted Child : Adaptasi Anak (AA)

Kelima macam Egogram ini mempunyai energi yang berbeda untuk setiap orang. Perbedaan energi egogram inilah yang menyebabkan perbedaan kepribadian seseorang.

Orang yang rendah energi KO, bersifat mudah tergoda, rendah NO kesepian atau depresi, rendah D kesulitan konsentrasi atau memecahkan masalah, rendah KA kehilangan kreativitas, intuitif dan semangat hidup, sedangkan rendah AA bersikap tidak kompromi atau konfrontasi.

Seseorang yang baik jadi Konselor adalah punya D sangat tinggi, PO lebih tinggi dari KO, AA lebih rendah dari KA serta sangat rendah KA.

















Kepribadian Konselor


6. Sikap Dasar Manusia

Sejak kecil manusia selalu berhubungan dengan dirinya dan orang lain. Bagaimana seseorang menerima diri dan orang lain itu akan membentuk sikap dasarnya. Sikap dasar ini menenmtukan keberhasilannya dalam hidup ini, termasuk menentukan bermasalah tidaknya seseorang.

Sehubungan dengan penilain seseorang terhadap dirinya (I) dan orang lain (you), Thomas Harris (1985 : 50) mengklasifikasikan adanya 4 macam sikap dasar sesuai dengan perkembangan manusia.
Saya tidak Oke - Kamu Oke
Saya tidak Oke - Kamu tidak Oke
Saya Oke - Kamu tidak Oke
Saya Oke - Kamu Oke

Sikap dasar pertama, saya tidak Oke – Kamu Oke, adalah sikap yang paling awal diperoleh manusia, yakni sikap seorang bayi. Dia menganggap dirinya jelek atau tidak mampu dan menganggap orang lain baik dan penuh perhatian padanya. Karena itu ia sering kali mengunakan ego state anak-anak

Sikap dasar kedua, saya tidak Oke – Kamu tidak Oke, adalah sikap dasar yang memandang jelek baik atas dirinya maupun kepada orang lain. Kondisi seperti ini menandakan seseorang bermasalah atau depresi. Namun dalam kadar yang kecil terlihat pada perilaku di masa remaja yang tidak peduli dengan diri dan berontak terhadap aturan bahkan orang tua sendiri..

Sikap dasar ketiga, Saya Oke – Kamu tidak Oke, adalah sikap yang memandang jelek terhadap orang lain. Mereka suka mengkritik, atau menyalahkan orang lain. Ego state yang sering digunakannya dalam bertransaksi adalah O.
Sedangkan sikap dasar keempat, Saya dan Kamu Oke, adalah sikap hidup yang baik, atau posisi kepribadian yang sehat, dia bisa memandang realistis sebagai mana adanya dirinya dan orang lain. Ini terlihat bagi orang yang suka menggunakan ego state D.

F. PROSES KONSELING

AT bertujuan membantu Klien mengembangkan status egonya sehingga dapat berfungsi lebih baik dengan cara menganalisa transaksi yang dilakukannya. Proses Konseling dalam AT ini dilakukan bahwa setiap transaksi dianalisis, Klien yang nampaknya mengelakkan tanggung jawab diarahkan untuk mau menerima tanggung jawab pada dirinya. Sehingga Klien dapat menyeimbangkan Egogramnya, mendefinisikan kembali skiptnya, serta melakukan instrospeksi terhadap games yang dijalaninya..

Menurut Harris, proses konseling AT pada bagian pendahuluan digunakan untuk menentukan kontrak dengan klien, baik mengenai masalah maupun tanggung jawab kedua pihak. Pada bagian kedua baru mengajarkan Klien tentang ego statenya dengan diskusi bersama Klien ( Shertzer & Stone, 1980 : 209).

Kontrak bagi Dusay (Cosini, 1984 : 419 ) adalah berbentuk pernyataan klien – terapis untuk bekerja sama mencapai tujuan dan masing-masing terikat untuk saling bertangung jawab, karena terapist bukanlah pula orang yang menanti mukjizat terapist. Kontrak dalam AT menurut Dusay mencakup 4 (empat) Komponen:

1. Salling menyetujui, yakni terjadinya persetujuan dalam keadaaan ego state dewasa antara Klien – terapist untuk melakukan perubahan yang spesifik.
2. Kompetensi, yakni kesediaan terapist untuk memberikan layanan yang menggunakan kompetensi yang dimilikinya, yakni merobah dan mengatasi persepsi klien yang salah atas diri dan lingkungannya. Kontrak untuk hidup sehat dan panjang umur berada diluar jangkauan kompetisi terapist
3. Tujuan yang legal, adalah menyangkut materi dan tujuan dari kontrak yang bersifat legal.
4. Konpensasi, yakni menyangkut imbalan bagi terapist yang telah mengorbankan waktu dan kemampuannya.

Setelah kontrak ini selesai, baru kemudian terapist bersama klien menggali ego state dan memperbaikinya sehingga terjadi dan tercapainya tujuan konseling.

G. TEKNIK KONSELING

Dalam AT konseling diarahkan kepada bagaimana klien bertransaksi dengan lingkungannya. Karena itu, dalam melakukan konseling ini, terapist memfokuskan perhatian terhadap apa yang dikatakan klien kepada orang lain dan apa yang dikatakan orang lain kepada klien. Untuk itu, teknik yang sering digunakan dalam AT diantaranya adalah analisis struktur, analisis transaksional, analisis skript, dan analisis mainan.

1. Analisis Struktur
Analisis struktur maksudnya adalah analisis terhadap status ego yang menjadi dasar struktur kepribadian klien. Analis hendaknya bisa mengenal 1) apakah klien menggunakan ego state tertentu, 2) apakah ego state klien, normal, terkontaminasi atau eksklusif, dan 3) bagaimanakah energi egogram klien tersebut.
Dengan mengetahui struktur ego state klien, akan diketahui masalah yang dihadapi klien. Bila klien dominan menggunakan ego state A masalah yang dihadapinya kurngnya rasa pecaya diri atau dipandang rendah o rang lain. Bila O yang domninan maka klien tengah ditakuti, dijauhi, disishkan atau diasingkan orang lain.

2. Analisis transaksional
Transaksi antara konselor – klien pada hakekatnya adalah tranasksi antar status ego keduanya. Konselor menganalisa status ego yang terlihat dari respons atau stimulus klien. Dengan orang lain Baik dari kata-kata yang diungkapkan klien, maupun dengan bahasa non verbal. Data atau informasi yang diperoleh dari transaksi dijadikan konselor untuk bahan analisis atau problem yang dihadapi klien..

3. Analisis Mainan
Analisis mainan adalah analisis hubungan transaksi yang terselubung antara Klien dengan konselor atau dengan Lingkungannya. Mungkin Klien dalam transaksinya sering mengumpulkan “kupon emas atau kupon Coklat” (perasaan menang atau perasaan kalah). Bila klien dalam games sering berperan sebagai pemenang, maka ada kemungkinan ia menjadi amat takut sewaktu-waktu akan menerima kopon cokelat yang banyak..

4. Analisis Skript
Analisis Skript ini merupakan usaha terapist yang terakhir, dan diperlukan mengenal proses terbentuknya skript yang dimiliki klien. Analisis skript ini hendaknya sampai menyelidiki transaksi seseorang sejak masa kecil dan standar sukses yang telah ditanamkan orang tuanya.

Disamping keempat macam teknik yang digunakan di atas, treatment dari AT sering pula menggunakan teknik khusus, seperti: Interogasi, Spesifikasi, Konfrontasi, Eksplanasi, Ilustrasi, Konformasi, Interpretasi, Kristalisasi


G. SIKAP DAN PERANAN KONSELOR

Inti pokok dari AT terletak pada usaha konselor (terapist) menganalisis transaksi klien dengan teknik-teknik yang telah disebutkan diatas. Dengan demikian telihat sikap dan peranan konselor di sini :
1. Berusaha meletakkan tanggung jawab pada klien
Karena pada hakekatnya setiap hendaknya bertanggung jawab atas kehidupannya, maka bagi AT juga mengarahkan agar pada diri klien tumbuh rasa tanggung jawab dan kemampuan untuk mengambil tanggung jawab atas kehidupannya.

2. Menyediakan lingkungan yang menunjang
Untuk mencapai perubahan klien atau keseimbangan ego state klien, konselor berusaha sebagai penyedia fasilitas yang mendorong terjadinya perubahan ego state klien.

3. Memisahkan mite dengan realitas
Karena pengaruh skript, banyak klien dipengaruhi oleh mitologi yang telah diadapsinya sejak lama. Dalam rangka memperbaiki kembali (memahami kembali) skript kehidupan klien itu, konselor AT mempunyai peranan untuk memisahkan mite yang berpengaruh dalam skript klien dengan realitas kehidupan yang sebenarnya.

4. Melakukan Konfrontasi atas keanehan yang tampak
Keanehan atau keadaan ego state klien yang tidak seimbang dapat diperbaiki terapist dengan melakukan konfrontasi.Terapist hendaknya bisa membentuk dan merekonstruksi menjadi seimbang.

Jadi, dengan melihat peranan dan sikap konselor di atas, memperlihatkan bahwa konselor dalam AT bersifat aktif. Dia lebih banyak menentukan jalanya konseling.
H. KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN

Dari uraian di atas, kiranya telah dapat dipahami sosok tubuh AT. Walaupun uraian teori ini lebih mengarah pada analisis transaksinya dari pada kaitannya dengan peran, proses, treatment. Namun dapat dibandingkan dengan pendekatan lain. AT merupakan salah satu pendekatan yang berbeda dengan beberapa pendekatan yang telah berkembang sebelumnya.

Bila kita lihat, bandingkan, atau nilai dari berbagai pendekatan lain, ternyata AT juga punya kelemahan disamping kebaikanya, seperti layaknya pendekatan lain. Adanya keunggulan hendaknya bisa kita manfaatkan, dan adanya kelemahan justru membuka peluang dan menantang, mencari dan menemukan pendekatan lain. Paling kurang terbukanya kesempatan untuk memperbaiki kelemahannya.Diantara keunggulan dan kelemahan AT itu antara lain:

1. Keunggulan AT

Dengan melihat Konsepsi, penekanan, pelaksanaan serta penerimaan pada klien, maka ada beberapa kebaikan dari AT:

a. Punya Pandangan Optimis dan Realistis tentang Manusia

Seperti telah disebutkan pada bab terdahulu, AT memandang manusia dapat berubah bila dia mau. Manusia punya kehendak dan kemauan. Kemauan inilah yang memungkinkan manusia berubah, tidak statis. Sehingga manusia bermasalah sekalipun dapat berubah lebih baik, bila kemauannya dapat tumbuh. Karena itu AT lebih Optimis dan realistis memandang manusia.

Bila kita bandingkan dengan Psikoanalisa, Freud, AT nampak selangkah lebih maju. Psikoanalisis memandang manusia deterministik. Perilaku manusia bagaikan suatu rotasi dari pengalaman masa kecil, kendatipun pengalaman masa kecil itu tak diingatnya lagi (Unconscious). AT tidak menolak adanya pengaruh masa kecil ini. Konsepnya tentang skript kehidupan mengakui adanya kontribusi pengalaman masa kecil atas kehidupan sekarang. Tapi karena manusia punya kehendak dan kemauan untuk bebas, “pengalaman itu dapat dirubah “ (Shertzer & Stone, 1982, 237).

Skript kehidupan manusia diakui AT bersisi dua, ada yang negatif dan ada yang positif. Sesuai dengan nilai-nilai yang diterimanya dari orang tuanya atau interaksinya dengan lingkungan. Karena skrip itu mempengaruhi seseorang untuk mengambil kesimpulan, maka keputusan orang itu dapat Oke atau Tidak Oke terhadap diri dan lingkungannya.

Hal ini juga lebih realitis dari konsep Rogers yang memandang manusia baik, rasional dapat dipercaya, dapat mengubah dirinya lebih baik atau dapat merealisasikan dirinya menjadi makhluk Insanul Kamil.


b. Penekanan Waktu Sekarang dan Di sini

Tujuan pokok terapi AT adalah mengatasi masalah klien agar dia punya kemampuan dan memiliki rasa bebas untuk menentukan pilihannya. Untuk mengatasi masalah klien itu, AT berusaha membangkitkan kemauan dan kemampuan orang dengan melakukan analisis interaksinya dengan orang lain. Hal ini dimulai dengan mennganalisis interaksinya dengan terapist. Analisis seperti di atas, analisis interaksi klien dengan terapist atau orang lain, adalah persoalan interaksi sekarang. Kini dan di sini (here and now).

Metoda analisis struktur, status ego dengan egogram, analisis permainan semuanya merupakan analisis terhadap perilaku yang di tampilkan klien pada saat ini, di sini di hadapan konselor. Kalau analisis itu (struktur, ego state, dan mainan) tidak mencapai hasil baru AT menggunakan analisis skrip, yang orientasinya pada masa lalu. Alternatif ini dipergunakan AT sebagai cara terakhir, bila analisis sebelumnya gagal merenggut hasil.

c. Mudah Diobservasi

Banyak teori yang lahir dibelakang labor ilmiah, tak terkecuali untuk teori-teori Psikologi. Pada umumnya teori yang muncul dari laboratorium itu sulit diamati karena itu terlihat abstrak, sehingga kadang-kadang tak jarang pula yang hanya merupakan konstruk pikiran manusia penemunya.
Berbeda dengan AT, ajaran Berne tentang status ego ( O, D dan A) adalah konsep yang dapat diamati secara nyata dalam setiap interaksi atau komunikasi manusia.Status ego Berne jauh lebih observable dari teori Freud mengenai Id, Ego dan Super Ego, yang hanya dapat dijadikan konstruk pikiran kita atas perilaku seseorang. Lain dengan Ego Orang tua, Dewasa dan Anak, dia dapat diamati secara jelas tanpa menggunakan laboratorium.

Begitu juga dengan sikap dasar manusia yang memilah manusia atas 4 posisi (saya tidak oke-kamu yang oke, saya dan kamu tidak oke, saya oke-kamu tidak oke, dan saya dan kamu oke) yang dikembangkan Harris, jauh lebih maju dari konsep karen Horney yang hanya mengemukakan 3 disposisi manusia. Helpless (minta pertolongan), hostility (menyerang) dan issolation (mengasingkan diri) (Bischof, 1970, 212).

Horney membagi 3 disposisi ini dari sudut orang lain. Helpless, punya arah gerak kepada orang lain (Moving toward people). Menyerang merupakan arah menentang orang lain (moving againts people), sedangkan isolasi punya arah melarikan diri dari orang lain (moving away from people).

Sedangkan Harris membagi sikap dasar manusia itu atas dasar pandangan terhadap diri sendiri dan orang lain. Karena itu, konsep ini lebih maju dari Horney yang hanya melihat dari orang lain saja, pandangan terhadap diri sendiri juga mempengaruhi hubungan dengan orang lain.

d. Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi

Fokus AT terpusat pada cara bagaimana klien berinteraksi, maka treatment juga mengacu pada interaksi, cara bebicara, kata-kata yang dipergunakannya dalam berkomunikasi. Analisis terhadap interaksi klien pada ruangan konseling, memberi kesempatan kepada klien untuk memperbaiki cara interaksinya dan komunikasinya baik di dalam ruangan Konseling. Karena itu, AT tidak hanya berusaha memperbaiki sikap, persepsi, atau pemahamannya tentang dirinya tetapi sekaligus mempunyai sumbangan positif terhadap keterampilan berkomunikasi dengan orang lain. Hal semacam ini tidak dimilliki oleh pendekatan lainnya.


2. Kelemahan AT

Disamping decak kagum orang atas ajaran Berne ini, yang telah berhasil merekrut teori-teori komunikasi kelapangan psikologi, bukanlah berarti teori ini tidak punya kelemahan, banyak kritik dilontarkan pada AT, diantaranya :

a. Kurang Efisien terhadap Kontrak Treatment
AT mengharapkan, kontrak treatment antara konselor-klien harus terjadi antara status ego Dewasa-dewasa. Artinya menghendaki bahwa klien mengikat kontrak secara realistis, sebagai orang yang membutuhkan pertolongan.
Tetapi dalam kenyataannya, cukup banyak ditemui bahwa banyak klien yang punya anggapan jelek terhadap dirinya, atau tidak realistis. Karena itu, sulit tercapainya kontrak, karena ia tidak dapat mengungkapkan tujuan apa yang sebenarnya diinginkannya. Sehingga memerlukan beberapa kali pertemuan. Hal semacam ini dianggap tidak efisien dalam pelaksanaannya.

b. Subyektif dalam Menafsirkan Status Ego
Apakah ungkapan klien termasuk status Ego Orang tua, Dewasa, atau Anak-anak merupakan penilaian yang subyektif. Mungkin dalam hal yang ekstrim tidak ada perbedaan dalam menafsirkannya. Tapi bila pernyataan itu mendekati dua macam status ego akan sulit ditafsirkan, dan mungkin berbeda antara orang yang satu dengan yang lainnya. Kesalahan atau perbedaan dalam menafsirkan status ego ini telah dibuktikan oleh Thomson dalam Dusay (Corsini, 1984) yang telah merekam suatu wawancara konseling, kemudian kepada konselor dan calon konselor AT disuruh menganalisis wawancara itu dari 3 macam status ego. Hasilnya memperlihatkan adanya perbedaan penafsiran diantara konselor dan calon konselor tadi.

Di pihak lain error dari pihak klien mungkin pula muncul kepermukaan. Secepat ia memasuki ruangan konseling secepat itu pula terjad perubahan pola komunikasinya. Interaksinya diluar ruangan konseling tidak sama dengan didalam ruangan konseling. Bisa diluar lebih baik dengan menampilkan status ego dewasa, tapi di dalam ruangan konseling lebih banyak menampilakn status ego Anak-anak.

Latar belakang kebudayaan serta bahasa sangat mempengaruhi pemahaman mengenai status ego ini. Karena itu analisis terhadap status ego ini bila antara konselor dengan klien punya latar belakang kebudayaan dan bahasa yang sama. Dan adalah sangat sulit terciptanya penafsiran yang sama pada masyarakat yang punya strata sosial berbeda, paternalis dsb. Perbedaan dalam memahami status ego ini, menyebabkan sulitnya kesamaan dalam menakar egogram klien.

c. Kurang Petunjuk Mengenai Tingkah laku Konselor

Bagi orang yang ingin mempraktikkan AT ini perlu petunjuk bagaimana menganalisis transaksi itu secara tepat dan hemat. Termasuk persoalan bentuk-bentuk responsnya, dan konten dari ungkapan klien. Mungkin di atas telah disebutkan adanya analisis struktur, permainan, Skrip dengan penggunaan beberapa teknik, namun teknik mana yang dipakai dalam menganalisis itu tidak / belum dikembangkan secara khusus dalam teori AT ini. Karena belum adanya petunjuk khusus ini, orang menganggap AT kurang terinci, karena tidak ada petunjukanya


I KEMUNGKINAN PENERAPANNYA PADA SEKOLAH

Banyak laporan, terutama dari praktioner (penganut) AT, bahwa AT berhasil dengan memuaskan. Banyak klien yang telah disembuhkan dengan cara ini, serta “decak kagum “ pun dialamatkan pada temuan Berne ini. Terbentuknya perhimpunan AT, ITAA, dan terbitnya jurnal AT membuktikan bahwa AT sebagai suatu pendekatan yang sudah besar dan berkembang luas dikalangan ahli terapi.

Persoalan sekarang, apakah keberhasilan AT ini dapat pula diterapkan disekolah, terutama di sekolah kita Indonesia yang berlandaskan filsafat Pancasila? Persoalan ini tidaklah sederhana. Keterampilan AT pada klinik Psikologi boleh jadi cocok atau boleh jadi tidak. Penerapan yang tepat meminta uji coba yang cukup matang.

Secara rasional, keberhasilan AT di klinik-klinik Psikoterapi mungkin sekali kita rekrut ke sekolah. Malah kita lebih optimis lagi, karena dapat mengamati langsung perubahan klien di luar ruangan konseling. Betapa tidak, titik sentral dari analisisnya terletak pada transaksi. Selama klien masih berada di sekolah, selama itu pula kita dapat menganalisis transaksinya baik dengan temannya atau gurunya.

Lebih optimis lagi, bahwa AT dapat berhasil bila digunakan sebagai penyuluh kelompok. Karena orang yang sehat kreteria AT adalah yang punya perasaan bebas untuk menentukan pilihannya. Transaksi yang digunakan adalah terciptanya transaksi antar status ego Dewasa. Kemungkinan tumbuh dan berkembang transaksi antar ego Dewasa ini lebih besar dengan teman sebaya. Jadi kondisi ini memungkinkan konselor menerapkan AT sebagai penyuluh kelompok di sekolah.

Kondisi sekolah yang menunjang penerapan AT sebagai pendekatan penyuluhan kelompok ini, justru sebaliknya bagi penyuluh individual. Harapan agar komunikasi atau transaksi antara konselor – klien dapat terbentuk transaksi antara ego state dewasa-dewasa, justru sulit terbina. Karena adanya jarak antara Konselor dengan Klien. Jarak itu adalah faktor usia. Konselor lebih cenderung jauh lebih tua dari klien yang siswa ( 12 – 15 untuk SMTP, 15 – 19 tahun untuk SMTA). Karena itu transaksi yang mungkin sering muncul adalah antara ego state Dewasa (Konselor) – Anak-anak (Pada siswa).

Kondisi ini ditopang oleh faktor budaya kita. Indonesia sebagai bangsa yang berlandaskan pada Pancasila bukanlah negara yang berfaham Liberal. Adat dan sopan santun ketimuran selalu melengket pada masyarakat Indonesia. Cara berbicara dengan orang yang sama besar atau lebih kecil tidak sama dengan cara berbicara dengan orang yang dihormati dan atau lebih besar. Pada beberapa daerah, bahasa yang digunakanpun juga berbeda, lebih halus dan lembut. Karena itu, keberhasilan AT pada masyarakat Amerika yang egaliter belim tentu bisa sama dengan masyarakat kita.