A. PENDAHULUAN
Kemajuan di bidang komunikasi dan media elektronika, secara perlahan dan tak disadari, muncul sebagai "guru baru" dalam dunia pendidikan kita. Siswa sekarang lebih tetarik mengguntit layar kaca ketimbang ajakan membaca yang setiap hari didengungkan guru. KBM di kelas kehilangan geregat; pesan-pesan yang disampaikan guru dalam KBM mudah sekali terlupakan oleh siswa. Mereka lebih mudah bahkan cepat hafal bait demi bait senandung Peterpan, Cokelat, atau Chamchuters, ketimbang rumus atau istilah ilmu pengetahuan.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, guru sekarang ini dituntut untuk bisa mengemas KBM lebih apik dan menarik, sehingga dapat menghasilkan kebermaknaan (meaning) yang menandingi media masa tersebut. Bila pengajaran yang dikelola guru kalah menarik dari acara media masa, seperti tv dan internet, maka dalam otak siswa tidak terbentuk melienasi, sebuah mekanisme syaraf otak dalam menyimpan pengalaman atau informasi.
Upaya, mengembangkan KBM telah banyak diluncurkan, pemerintah melalui CBSA, KBK dan sekarang dengan KTSP justru mengharapkan KBM dikelola yang langsung memiliki dampak kepada kompetensi peserta didik. Namun ajakan tersebut tidak secara utuh bisa diwujudkan di kelas, karena masih dalam tataran konsep, dan tidak dilengkapi secara komprehensif wujud praktiknya.
Untuk itu, selema kurang lebih 2 tahun penulis mencoba mengembangkan suatu metode mengajar, yang disebut STRATEGI BEDAH NILAI sebagai suatu model pembelajaran yang memungkinkan pengelolaan KBM memberi meaning langsung kepada kompetensi siswa. Sedianya, strategi ini diperuntukkan untuk pendidikan budi pekerti, namun dalam praktiknya ternyata sangat memungkinkan diterapkan dalam mengajarkan mata pelajaran lain, PPkn, IPS, AGAMA , termasuk untuk IPA dan bahasa.
Bagaimana konsep dan aplikasi metode ini di kelas, maka berikut ini akan dicoba menjelaskannya !
B. PENGERTIAN STRATEGI BEDAH NILAI
Apa maksudnya dan mengapa dinamai strategi Bedah Nilai? Adalah pertanyaan yang harus dijelaskan terlebih dahulu. Bedah nilai maksudnya adalah, bahwa pengajaran di sekolah tidak terlepas dari pengembangan nilai, baik yang bersifat normatif maupun praksis (kompetensi). Dinamai Bedah Nilai, karena dengan strategi ini menempatkan guru beserta peserta didik bagaikan sebuah team dokter dengan perawat yang tengah melakukan operasi (bedah); menyayat, membuka, menemukan, dan kemudian membenahi dan memasang sesuatu alat atau mengangkat bagian tertentu penyakit pasien dan akhirnya menjahit kembali bekas luka itu.
Meskipun KBM dirancang demi keperluan peserta didik, tetapi dalam strategi ini tidak menempatkan peserta didik sebagai pasiennya, tetapi patnership guru dalam mempelajari sesuatu nilai atau konsep.
Strategi ini merupakan pengembangan dari model group investigation dari Bruce Joyce & Marsha Weil (1999), namun strategi ini dimodivikasi untuk pengajaran klasikal maupun individual, dengan cara mengembangkan kiat-kiat khususnya. Sehingga akan terlihat amat berbeda dengan group investigation itu. Strategi bedah nilai tidak hanya sekedar menemukan, tetapi merekonstruksi dengan mengembangkan konsep yang positif, yang di jadikan tujuan pembelajaran.
Strategi Bedah Nilai memungkinkan para guru untuk menggabungkannya dengan berbagai metode konvensional, seperti ceramah, tanya jawab, serta diskusi. Sehingga diharapkan strategi Bedah Nilai ini bisa jadi alternatif dalam berbagai mata pelajaran lainnya di sekolah kita. Bilamana tidak memungkinkan menjadi model, paling kurang diharapkan sebagai bahan perbandingan bagi guru dalam menemukan strategi yang lebih tepat, sampai ditemukan bentuk implementasi yang baik di kemudian hari.
C KARAKTERISTIK STRATEGI BEDAH NILAI
.
Strategi Bedah Nilai dirancang dengan maksud agar pengajaran lebih menarik minat siswa, lebih berkesan lama, bekaitan dengan khidupannya sehingga memungkinkan terpakai dalam kehidupan sehari-hari. Strategi Bedah Nilai memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Kegiatan belajar akan berlangsung secara natural, karena dimulai dari kondisi yang dekat dengan kehidupan peserta didik
2. Mendorong peserta didik untuk terlibat dalam KBM secara total dalam proses belajar mengajar, baik menyangkut perhatian, pikiran, perasaan, pengalaman dan kebiasaannya.
3. Menempatkan pembelajaran terpusat kepada peserta didik dan memposisikan guru betul-betul sebagai fasilitator
4. Mendorong terjadinya interakasi timbal balik dan multi arah; antara peserta didik-guru, peserta didik-peserta didik atau kelompok dengan peserta didik.
5. Mendorong terciptanya pembudayaan kelas maupun sekolah untuk menjadi tempat yang kondusif terhadap iklim belajar
6. Evaluasi pengajaran menggunakan berbagai instrumen yang memperhatikan keseimbangan antara evaluasi proses dengan evaluasi hasil, termasuk melibatkan peserta didik sendiri dalam mengevaluasi dirinya.
D. LANGKAH LANGKAH IMPLEMENTASI STATEGI BEDAH NILAI
Dalam implementasi strategi bedah nilai ada 5 (lima) tahap yang dilalui; yaitu 1) menyajikan prolem, 2) menggiring reaksi peserta didik, 3) analisis dan pembahasan, 4) kerja kelompok atau Individual, serta 5) evaluasi
1. Menyajikan Problem
Guna mengembangkan kopetensi serta mendekatkan kegiatan belajar dengan kehidupan peserta didik, strategi bedah nilai menuntut adanya problem yang relevan dengan kompetensi dasar yang akan dikembangankan. Problem bisa bersifat ceritera atau kasus, yang mengandung problema atau teka-teki. Sumbernya bisa saja diambil dari koran, majalah, laporan atau rekayasa para guru. Sifatnya bisa faktual, proyektif, historis, atau normatif. Syaratnya, problem hendaknya menuntut setiap peserta didik untuk mengoperasikan pikiran, melibatkan perasaan atau mengungkap pengalaman dan kebiasaannya.
Agar kasus tersebut benar-benar dirasakan menjadi sesuatu yang penting bagi peserta didik, maka saat membacakan kasus atau ceritera guru dapat melakukan berbagai alternatif di bawah ini.
a. Bacakan kasus atau ceritera dengan pelan-pelan setiap kalimat demi kalimat dan beri peserta didik waktu untuk memahaminya
b. Pilihlah peserta didik untuk membacakan kasus atau ceritera, setelah terlebih dahulu dibimbing agar bisa tenang atau tidak tergesa-gesa, bahkan kalau dapat membaca dengan puitis
c. Untuk menghindari kejenuhan, guru dapat mengembangkan ceritera menjadi sosiodrama
d. Agar terjadi variasi, guru dapat melakukan evaluasi diri sebagai pre-tes dan setelah itu barulah penyajian problem.
2. Menggiring reaksi peserta didik
Agar peserta didik secara sungguh-sungguh dan suka rela memberikan reaksi, tanggapan, atau respon terhadap problem yang disajikan, guru dapat melakukan :
a. Meminta peserta didik menuliskan dalam satu lembar kertas atau dalam buku latihan
b. Meminta peserta didik mengangkat tangan sebagai tanda setuju terhadap reaksi atau tanggapan yang ditawarkan, dan kemudian menghitung (tally) keseluruhan kelas.
c. Mengelompokkan peserta didik dalam dua posisi yang berbeda, seperti memisahkan tempat duduk pada sisi kelas yang berbeda.antara yang pro atau setuju dengan yang kontra atau tidak setuju
d. Meminta reaksi atau tanggapan langsung dari peserta didik dengan menuliskan intinya di papan tulis.
e. Untuk mendorong agar seluruh peserta didik memberikan reaksi atau tanggapannya, bisa dilakukan dengan teknik brainstorming yang dapat mendorong munculnya reaksi atau tanggapan yang lebih natural dan spontan di masa mendatang
f. Tampung semua tanggapan atau reaksi peserta didik meskipun keliru atau sama dengan temannya. Hindari kondisi yang memungkinkan peserta didik merasa terpojok.
g. Bila reaksi peserta didik diminta secara tertulis, maka bacakanlah tanggapan atau jawaban dari peserta didik yang terpantau kurang dalam observasi sebelumnya memiliki nilai rendah.
3. Analisis dan Pendalaman
Analisis dan pembahasan adalah inti dari kegiatan belajar yang sebenarnya. Dengan strategi Bedah Nilai ini pada awalnya peserta didik bagaikan orang luar dari problem yang dipersoalkan. Namun dengan adanya reaksi atau tanggapannya terhadap problem, maka secara tidak kentara telah menyeret problem itu menjadi bahagian dari perilakunya.
Dalam melakukan analisis dan pendalaman ini guru hendaknya menjaga perhatian pserta didik dengan tetap menempatkan tanggapan terhadap kasus sebagai fokus.
Disaat menganalisis dan pendalaman, guru akan dihadapkan dengan berbagai tantangan pengelolaan kelas. Ada kemungkinan munculnya gangguan terhadap kelas, bahkan mungkin terjadi kegaduhan yang disebabkan interaksi antara guru-peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, atau kelompok peserta didik. Oleh sebab itu, hendaknya guru segera mengambil posisi sebagai pemimpin kelas yang mengatur lalu lintas interaksi diantara peserta didik.
Agar analisis serta pendalaman bisa diterima peserta didik, ada beberapa kiat yang perlu diperhatikan
a. Mulailah analisis setelah seluruh peserta didik memberikan atau mempunyai pilihan reaksi / tanggapan.
b. Mulai analisis atas reaksi atau tanggapan peserta didik yang keliru atau salah, dan kemudian barulah analisis terhadap reaksi atau tanggapan yang benar
c. Disaat membaca atau menganalisis materi, usahakan analisis dan pendalaman dengan cara dialektika dengan menyajikan sebab akibat, tepat-tidak, benar-salah, untung-rugi, atau positif negatinya suatu reaksi.
d. Giring kondisi dialektika tersebut ke dalam suasana empati dengan mendorong peserta didik menempatkan diri pada sisi lawannya atau orang lain.
e. Usahakan guru mengawasi setiap proses secara menyeluruh dan bila terjadi sedikit gangguan harus segera melakukan kiat pengeloaan kelas yang tepat, seperti gerak mendekat, diam atau senyap sesaat.
f. Usahakan tidak memberikan teguran kepada peserta didik apalagi marah atau berkata kasar, tetapi jadikan kesempatan tersebut sebagai contoh kematangan atau kecerdasan emosional guru.
g. Awasi atau jangan membiarkan peserta didik atau kelompok peserta didik dipojokkan oleh peserta didik atau kelompok peserta didik lain.
4. Kerja Kelompok atau Individual
Segera setelah melakukan analisis peserta didik digiring untuk melakukan kerja kelompok atau kerja mandiri sesuai dengan masalah atau LKS yang dirancang. Kerja kelompok atau individual ini juga perlu diikuti dengan kegiatan penyajian di depan kelas.
Untuk keberhasilan pelaksanaan kerja kelompok, guru perlu menyiapkan pembahagian kelompok belajar peserta didik secara seimbang. Usahakan anggota kelompok heterogen dari segi latar belakang, kemampuan atau prestasinya, dan jumlahnya tidak terlalu besar, idealnya berada antara 5-9 orang.
Agar kerja kelompok berjalan lancar, guru dapat melakukan kiat-kiat dibawah ini.
a. Supaya mendapatkan kelompok belajar yang produktif maka pilihlah peserta didik yang tepat menjadi pemimpin kelompok melalui sosiometri, atau minta pertimbangan Konselor Sekolah
b. Siapkan Label atau Indentitas Kelompok. Label ini digunakan untuk memudahkan guru mengatur atau mengarahkan lokasi atau tempat duduk peserta didik secara berkelompok. Di pihak lain, label ini bisa mendorong kekompakkan atau solidaritas peserta didik dalam kelompok.
c. Usahakan kelompok menuliskan atau melaporkan hasil kerja dalam sebuah buku kerja (buku tulis atau LKS ), sehingga bisa dikembalikan kepada kelompok setelah dinilai oleh guru. Buku ini juga dapat digunakan guru untuk memberikan perintah atau tugas berikutnya serta komentar terhadap kekurangan maupun keunggulan kelompok.
d. Temani peserta didik selama melakukan kerja kelompok dan kalau terjadi kesulitan atau kesalahan kerja kelompok cepat lakukan interupsi atau intervensi
e. Lakukan observasi kelas selagi peserta didik melakukan kerja kelompok ini dengan mengisi lembaran observasi yang disipakan.
Begitu juga halnya dengan kerja individual. Untuk memaksimalkan kerja individual, guru dapat melakukan kiat di bawah ini
a. Usahakan peserta didik mengerjakan tugas individual secara terus menerus pada buku latihan khusus (buku tulis atau LKS) yang sama, karena sangat bermanfaat melihat kemajuan mereka.
b. Temani peserta didik selama melakukan tugas individual dengan mendekati tempat duduknya.
c. Beri dorongan serta bantuan bila ditemukan peserta didik yang mengalami kesulitan mengerjakan tugasnya
d. Ambil dan lakukan observasi kelas selagi peserta didik melakukan tugas indvidual ini.
Sebelum memulai kerja kelompok atau individual guru hendaknya mencermati kelengkapan belajar yang dibutuhkan peserta didik, diantaranya adalah ketersediaan buku teks untuk masing-masing peserta didik, buku kerja /latihan yang bersifat kelompok, alat tulis seperti karton atau spidol.
Setelah kerja kelompok atau individual selesai dilaksanakan peserta didik, maka upayakan ada waktu membahasnya secara klasikal. Kalau waktu tidak memungkinkan, paling kurang dipilih secara acak untuk ditampilkan.
5. Evaluasi Kemajuan Belajar Individual
Agar pembelajaran berdampak positif terhadap pengembangan kompetensi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari, serta memenuhi tuntutan sistem penilaian, teori dan praktik, maka dapat melaksanakan evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses dilakukan dengan menggunakan lembaran observasi. Aspek yang dinilai bisa dikembangkan guru sesuai dengan tuntutan kompetensi. Namun lembaran observasi hendaknya dibuat seringkas mungkin, kalau bisa satu lembar, tetapi mencakup satu semester dan seluruh siswa. Untuk pendidikan nilai (Pendidikan Agama, PPKn, atau Pendidikan Budi Pekerti) hendaknya dilengkapi dengan evaluasi diri.
Contoh
Seorang siswa kelasmu tengah bingung memilih tempat kos. Semula ia tinggal bersama Pak De-nya, namun karena anak Pak De itu banyak, lagi pula harus naik angkot, maka orang tuanya mengizinkannya untuk kost di rumah Tantenya. Maklum, rumah Tantenya cukup besar dan ada 3 kamar yang kosong. Jaraknya dekat, tak sampai 200 m dari sekolah, cukup jalan kaki, dan tak perlu biaya transportasi. Sehingga biaya transportasi itu dapat digunakannya untuk tambahan uang jajannya.
Namun setelah dua minggu tinggal di sana, ia merasakan bahwa Tantenya serta anak-anaknya sering memperlakukannya dengan tidak menyenangkan. Ia sering diminta bantuan memasak, menyapu, mencuci, menggosok serta mengerjakan pekerjaan lainnya, layaknya seorang pembantu. Ia dilarang keluar rumah, tidak dibolehkan berbicara dengan tetangga, dan tidak diperkenan mengikuti atau mengadakan belajar kelompok di rumah itu.
Segala pekerjaan yang dilakukannya, sering kali dinilai salah. Kalau ia menyapu rumah atau mencuci piring, misalnya, dibilang tidak bersih, dan bahkan disuruh cuci ulang kembali. Kalau telat mematikan lampu, Tante itu sudah memarahinya.
Di rumah Pak De dulu, ia juga mengerjakan hal yang sama, mencuci, menyapu, menggosok dan membantu apa saja pekerjaan untuk meringankan keluarga itu. Hanya, apapun yang ia lakukan, tidak pernah dianggap salah. Kalau ia melakukan kesalahan serupa, telat atau lupa mematikan lampu, Pak De itu lebih bijaksana seolah paham akan kesibukan atau kelelahannya. Namun kalau ia tinggal di rumah Pak De ini, ia harus belajar di atas tempat tidurnya, karena tidak ada meja belajar. Iapun harus berangkat satu jam lebih awal dari jam sekolah, dan satu jam pula terlambat sampai di rumah.
SENARAI PUSTAKA
Dikdasmen: 2004. Model Pengintegrasian Budi pekerti ke dalam Pendidikan Pancaila dan Kewarganegaraan untu Guru SMU/SMK/MA. Jakarta: Bagian Proyek Pendidikan IMPTAQ, Kewarganegaraan dan Budi Pekerti. Dirjen Dikdasmen
---------, 2004. Pedoman Khusus Kurikulum Muatan Lokal SMP/MTS; Jambi: Cv Giantira
Joyce, Bruce & Marsha Weil, 1999. Models of Teaching. Fifthy Ed. Boston Allyn & Bacon
Sutja, Akmal. 2007. Pendidikan Budi pekerti Jilid 1, 2 dan 3 Jakarta. Intermasa
Arsip Blog
Mengenai Saya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar