Kamis, 13 Mei 2010

KONSELING TINGKAH LAKU

A. TOKOH PENGEMBANG

. Kelahiran model ini tidak seperti model lainnya, yang diluncurkan oleh seorang penemu, seperti Freud dengan psikoanalisanya, Burne dengan Analisis Traksaksi, Ericson dengan Terapi Rasional Emotif, atau Rogers dengan Person Centered Therapy. Terapi Tingkahlaku (behavioristic therapy) dipelopori oleh banyak ahli, dikembangkan secara simultan oleh para pakar secara terpisah dan akhirnya terakumulasi menjadi suatu model konseling yang disebut dengan Terapi Tingkahlaku dan selanjutnya disingkat TT

Istilah behavior therapy pertama sekali digunakan oleh Lindzey tahun 1954. Model ini mulanya berkembang di Inggris, lalu menjalar ke Amerika, Afrika dan akhirnya sampai di Asia. Kecambah TT di mulai oleh Mowre dan Paplov kemudian tumbuh dan berkembang ditangan Hull, B.F. Skinner Lazarus, Watson, Dolard & Miller, Patterson, Eysenck dll. Namun di Amerika TT lebih populer dengan istilah modifikasi tingkah laku (behavior modification).


B. SEJARAH LAHIRNYA TT

Sebelum TT muncul sebagai salah satu model konseling, sebenarnya telah ada serangkaian eksprimen yang dilakukan. Rangkaian eksprimen itu telah melahirkan berbagai teori, dimulai teori classical conditioning dari Hull dan Paplov, operant conditioning dari B.F. Skinner dan cognitive behavior therapy dari Wolpe, Lazarus dll. Pada tahun 1960 model TT menjadi mata kuliah dalam fakultas psikologi di berbagai negara dan akibatnya banyak temuan di bawah panji TT bermunculan; emotive imagery dari Lazarus, chemotherapy dari Wolpe, biofeedbacck dari Brown, covert sensitization dari Cautela dan cognitive behavior modification dari Meichenbaum, serta Patterson & Gullion berhasil mengaplikasikannya dalam persekolahan. Kini, TT justru sudah menjadi model yang memiliki asosiasi dengan anggota yang banyak.

Perjalanan TT itu bermula, ketika Mowrer & Mowrer tahun 1938 melakukan eksprimen yang disebut Classical Conditioning. Uji coba dilakukan pada seekor Anjing dan lonceng. Seekor Anjing diikat dalam jangka waktu tertentu dan diberi makan tepat waktu dua kali sehari. Namun beberapa detik sebelum makan sang Anjing diberi tahu dengan bunyi lonceng. Setelah beberapa saat, jauh sebelum waktu makan tiba, lonceng itu dibunyikan. Ternyata sang Anjing ngeces, air ludah keluar. Suatu indikasi ia lapar dan pingin makan. Persoalannya, apakah keluarnya air ludah anjing itu disebabkan karena ia benar-benar lapar atau karena bunyi lonceng. Ternyata, jawabannya, motivasi makan anjing muncul karena kondisi. Biasanya, segera telah bunyi lonceng ia diberi makanan. Meskipun belum waktunya, akibat kondisi diciptkan, telah membuat anjing tersebut pingin makan. Karena itu, dengan menciptakan kondisi tertentu akan mendorong perilaku tertentu dari sang Anjing.


Percobaan kedua, dilakukan pula terhadap burung oleh Paplov. Paplov menempatkan burung kesayangannya dalam sangkar tanpa dilengkapi makanan. Dalam sangkar, dipasang sebuah tombol otomatis yang dihubungankan dengan sebuah slang, bilamana tombol tersebut tersenggol maka pada mulut slang akan keluar sebiji jagung yang disukai sang burung.


Dalam waktu yang cukup lama, burung itu hanya dapat meronta-ronta hilir mudik agar ia bisa ke luar cari makanan. Semakin lapar Sang Burung justru semakin meronta-meronta. Sampailah satu ketika kakinya menyentuh tombol dan sekonyong-konyong dari atas jatuh sebutir jagung. Ia makan dan meronta lagi sampai terinjak lagi dan jatuh lagi jagung kesukaannya. Begitulah sampai beberapa lama, sehingga akhirnya, sang burung mencoba mematok tombol yang dipasang, dan jagung keluar. Burung itu akhirnya paham bahwa bila lapar tinggal patok tombol, dan akan berhenti mematok setelah perutnya kenyang. Sekarang, jadilah sang Burung itu seekor burung pintar.

Kemudian diuji lagi dengan memasang dua tombol, dengan warna merah dan hitam. Tombol hitam kosong, hanya tombol merah yang dihubungkan dengan slang makanan. Tak butuh waktu yang lama, si burung melakukan coba-coba. Saat ia patok hitam kosong dan merah yang berisi, maka bila ia lapar burung itu hanya mematok tombol merah saja. Ia betul-betul jadi burung yang cerdas.

Kedua eksprimen ini menyimpulkan, dengan menciptakan atau mengkondisikan lingkungan bisa mengarahkan perilaku tertentu. sebagaimana yang diujikan kepada burung maupun anjing dalam dua eksprimen di atas. Inilah yang memunculkan adanya teori conditioning yang terkenal dengan teori stimulus-respon. Setiap stimulus akan melahirkan respons atau beberapa respons. Respons itu bisa berbentuk terkendali CR (Conditioned Respons ), dan UR (Unconditioned Respons). Begitu juga halnya dengan stimulus juga bisa terkendali dan tak terkendali, CS (conditioned Stimulus) dan US (Unconditioned Stimulus).

Eksprimen ini juga telah melahirkan berbagai eksprimen berikutnya. Di tangan B.F. Skinner, misalnya, diperoleh temuan baru tentang reward and punishment (penghargaan dan hukuman) sebagai faktor penentu dalam mengendalikan respons. Artinya, dengan memberikan atau mengontrol penghargaan dan hukuman kita bisa membentuk perilaku yang diharapkan dilakukan orang lain. Orang akan rajin bekerja dengan reward yang diinginkannya dan akan bertindak sebaik mungkin guna menghindari hukuman. Skinner berhasil melakukan berbagai praktik kepada perorangan maupun kelompok. Teori ini lebih dikenal dengan operant conditioning atau juga disebut modifikasi tingkah laku.

Bila dalam classical conditioning dan operant conditioning memerlukan adanya faktor lingkungan, namun melalui pikiran (kognisi) saja akan sama hasilnya dengan mendatangkan stimulus atau memberikan hadiah dan hukuman. Maksudnya, tanpa menghadirkan stimulus ataupun hadiah dan hukuman, tetapi cukup dengan membayangkan dalam pikiran, akan berdampak sama dengan menghadirkan kondisi itu. Teori ini disebut dengan cognitive behavior therapy. Seperti relaxasi, disensitisasi, emotive imagery yang telah disebutkan di atas.

C. KONSEP POKOK

Kelahiran TT dipicu oleh perbedaan pendapat tentang penyebab neurosis dan gangguan psikis lainnya. Jawaban psikoanalisis, bahwa gangguan kecemasan disebabkan karena dorongan (simptom) dari individu dalam rangka mekanisme pertahanan diri (ego depend mechanisme) ternyata tak bisa dipertanggung jawabkan. Sebab di lapangan, hal itu tidak konsisten, sebagian benar sebagian tidak, sangat tergantung subjek dan kondisi di sekitarnya. Akibatnya diagnosis psikoanalisis tidak akurat, dan memungkinkan bertele-tele, buang waktu atau sia-sia.

Menganalisis pengalaman masa lalu dan simptom saja, tanpa mengkaitkan dengan kondisi lingkungan sekarang, seperti yang diajarkan psikoanalisa, adalah suatu yang sangat diragukan kebenarannya. Oleh karena itu, para pakar psikologi ekprimental mengembangkan model konseling yang didasari oleh berbagai hasil eksprimen dan memiliki teknik-teknik yang jelas.

TT adalah merupakan upaya menjadikan kondisi laboratorium menjadi tempat mengembangkan teknik konseling. Karena bergelut dengan berbagai eksprimen, maka TT memiliki prinsip dasar yang banyak diilhami dari hasil ekpriment tersebut. Para ahli TT meyakini, bahwa kepribadian seseorang dipengaruhi oleh lingkungan dan pengamalannya. Tingkah laku seseorang adalah asli, bukanlah penomena mental seseorang sebagai akibat dari pembelajaran, sikap, kebiasaan dan aspek perkembangan lainnya Adanya perbedaan antar individu justru disebabkan perbedaan pengalaman ini. Pengalaman tersebut diperoleh berasal dari individu dari interaksi individu dengan lingkungannya. Kondisi lingkungan lebih dominan menentukan arah pengalaman yang diterima individu. Oleh karena itu, TT menolak adanya hubungan antara tingkah laku seseorang dengan kondisi pisiknya, bentuk tengkorak, serta ciri-ciri tulisan. bukanlah alat yang valid untuk memprediksi atau mengontrol perilaku seseorang.

Secara ringkas, teori TT dapat dijelaskan berikut ini.
1. Tingkah laku seseorang bisa diprediksi dengan mengontrol lingkungannya
2. Orang akan berusaha meraih reward dan sedapat mungkin menghindari kondisi yang merugikannya, tidak ada tingkah laku bebas dari itu
3. Tingkah laku seseorang bisa dirubah dengan memunculkan riward yang menyenangkannya, sama halnya dengan memberikan hukuman (aversi)
4. Orang akan meniru (modeling) perilaku yang baik bilamana telah menyaksikan manfaat perilaku itu diterapkan oleh orang yang berarti baginya.
5. Perilaku yang dibentuk oleh kondisi lingkungan itu lama-lama akan berubah menjadi kebiasaan, sama halnya dengan UR
6. Stimulus menjadi pendorong orang mendapatkan kepuasan secara lngsung, akan bisa berganti dengan stimulus yang bersifat kognitif dan untuk mengejar kepuasan yang lebih tinggi
7. Keberhasilan dalam pelaksaan dalam kondisi yang dikendalikan seperti ruangan atau labor akan memungkinkan diterapkan pada kondisi luar.


D. TEKNIK KONSELING

Tidak seperti model lainnya, TT sebagai suatu model dalam konseling bermula digunakan untuk keperluan pendidikan dan pengajaran. Namun karena memiliki hasil yang luar biasa, diluar dugaan semula, akhirnya diterapkan pula dalam konseling. Bila kebanyakan model konseling membangun modelnya dengan mengembangkan konsep atau teori terlebih dahulu, baru kemudian dengan panduan teori itu dijalankan praktiknya. Beda halnya dengan TT. Konseling mode ini tidak banyak mengemukakan teori. TT dikembangkan berdasarkan hasil eksprimen yang dilakukan, baik terhadap binatang maupun terhadap manusia, dan kemudian hasil temuan itu diaplikasikan langsung dalam melakukan paktek konseling.

Oleh sebab itu, kekuatan TT tidak terletak pada teorinya, tetapi justru terletak pada prosedur praktik yang mesti dilakukan konselor. Dengan kata lain, TT sedikit sekali teori tetapi amat peduli akan tahapan atau langkah-langkah dalam pelaksanaan tekniknya. Apapun bentuk permasalahan yang dialami individu baik berbentuk perilaku nyata (over) atau yang tersembunyi (cover) akan bisa diatasi dengan menggunakan model TT asalkan prosedur atau langkah-langkahnya diikuti secara benar.

Diantara teknik TT yang terkenal antara lain:

1. Kontrak Tingkah Laku
Kontrak tingkah laku yang dimaksud dalam teknik ini dimana klien mengenal perilakunnya yang salah dan kemudian berjanji kepada konselor untuk melakkan perilaku yang benar. Kontrak itu dimulai dengan melakukan percobaan, dan bila berhasil percobaan dilakuan dengan meningkatkan intensiitasnya, sampai benar-benar klien bisa menghilanglkan perilaku yang salah dan mengantinya dengan perilaku yang benar. Kontark bisa dikembangkan untuk perilaku di luar paktik dan atau melakukan dengan banyak orang

2. Role Playing

Role Playing atau bermain peranan, dimulai kesediaan klien menceriterakan problem atau masalahnya, kemudian klien diminta untuk berperan sebagai lawannya. Ia berganti posisi dengan tokoh dalam ceritera klien itu. Klien diminta memainkan peran dari tokoh yang mungkin saja menjadi sumber dari masalahnya. Semakin banyak peran yang dimainkan, semakin sadar klien akan konndisi pihak lain.

3. Modeling dan Latihan Asertif ( Asertive Training)

Modeling adalah melakukan percontohan kepada klien bagaimana melakukan sesuatu atau bagaimana sesuatu itu terjadi. Peran tidak dilakukan oleh yang bersangkutan, tetapi dimainkan oleh model. Sedangkan latihan asertif mirip dengan role playing, tetapi dirancang dengan menjelaskan kemudian kalau perlu klien diminta mempersiapkan, dan sedapat mungkin direkam. Kesalahan yang terjadi dibahas bersama klien sampai klien bisa merespon secara tepat.

4. Aversi
Avesi adalah menciptakan kondisi yang tidak menyenangkan bagi klien layaknya punhisment (hukuman). Dalam terapi klien, khususnya yang bersifat klinis dilakukan dengan menggunakan kejutan listrik arus lemah, cambuk, atau pukulan. Biasanya digunakan secara klinis untuk menghentikan perilaku yang sudah berat atau bersifat kronis. Namun agak terbatas untuk diterapkan di sekolah. Akan tetapi, masih mungkin digunakan dengan melakunan modifikasi, seperti menggunakan lampu, suara, ditepuk atau cubitan.
Pengguna aversi hendaknya setelah terjadi kontral tingkah laku. Dibuat.

5. Relaksasi
Relaksasi adalah menciptakan dalam pikiran (kognitif) perasaan releks (menyenangkan). Klien diminta mengosongkan atau membebaskan pikirannya dan atau membebaskan beban pekerjaan otot dan pisiknya. Ini dimaksudkan agar klien bisa mengontrol dirinya terhadap kecemasan atau masalah yang tengah dialaminya.

6. Disensitisasi
Disensitisasi adalah peningkatan relaksasi. Kalau relaksasi kondisinya adalah menyenangkan atau tampa beban, dalam disensitasasi klien justru didorong mengendalikan pikirannya dalam kondisi tertentu, sehingga ia bisa mengendalikan stressnya. Ini dapat dilakukan dengan membaringkan klien, dan kemudian melakukan relaksasi dan selanjutnya memandu pikiran klien untuk keluar dari stressnya.


7. EGP
Teknik EGP dalam bahasa Inggris dikenal dengan Thought Stopping. Teknik ini betujuan melatihkan klien untuk membuang pikirannya terhadap kondisi yang tidak menyenangkan. Bilama mana muncul, kelian mencoba menstopnya dengan yang dalam bahasa gaul kita sering dinyatakan Emangnya Gue Pikiran (EGP)



E. KEMUNGKINAN PENERAPAN TT DI SEKOLAH

TT adalah model konseling yang paling variatif, sehingga sangat memungkinkan diterapkan di sekolah. Karena siswa berada di sekolah setiap hari dan dalam waktu yang cukup lama, maka simptom atau gejala perilaku yang menunjukkan masalah justru akan mudah teramati, termasuk dalam tahap penyembuhannya. Hal ini sangat memungkinkan TT akan berhasil bilamana diterapkan di sekolah. Tambahan lagi, monitoring terhadap respons yang dilatihkan akan dapat dilakukan pula dengan mudah, baik oleh konselor atau menggunakan sumber lainnya.

Namun penerapan TT di sekolah juga punya problem. Persoalan utama adalah keterampilan konselor untuk menerapkan dan memahami langkah-langkah terapi sangat dipelukan., termasuk kemampuan guru untuk memodifikasi berbagai teknik sehingga dapat diterima di sekolah. Disamping itu, pesoalan ruangan kelengkapannya seringkali menjadi hambatan yang sulit terselesaikan .

Tidak ada komentar: